Sunday, 22 February 2009

kunang-kunang dan harapan...

Ha, apapula hubungannya kunang-kunang dan harapan?

Hmmm, ada sih... jika kita melihat film ini seperti ini... setidaknya saya mo ingatkan ke semuanya, jangan pernah putus asa dalam kehidupan ini. Banyak hikmah yang dapat diambil dari sekolah kehidupan kita...

 

Saat itu entah kapan, saya melihat sebuah channel televisi yang memutar film Jepang. Sebenere memang saya pilih sih, hehe...

Sekalian belajar juga tentang bahasa Jepang saya yang masih terbata-bata.

Di film itu mengisahkan seorang guru muda yang memberikan banyak harapan untuk siswa-siswa yang baru dididiknya dengan memelihara larva kunang-kunang atau hotaru (ほたる) dalam bahasa Jepang.

Setiap sensei (せんせい) atau guru yang ada di sekolah itu, bahkan kepala sekolah selalu memprotes keadaan itu. Bahkan dengan jaminan keluar dari mengajar, guru muda itu tetap gigih mempertahankan pendapatnya. Meski mereka semua mengatakan tidak akan mungkin di jaman yang sudah modern ini akan muncul lagi binatang bernama kunang-kunang. Seorang siswi yang sudah tidak mempunyai orang tua dan lebih sering berdialog dengan guru muda ini, begitu yakin bahwa kunang-kunang akan segera beterbangan begitu ia bisa membuat larva kunang-kunang itu tumbuh dewasa. Kata seorang temannya, ia bisa bertemu dengan ibunya lewat sinar dari tubuh kunang-kunang itu. Meski telah banyak larva yang mati, tetapi ia dan sang guru muda begitu yakin. Bahkan semua siswa yang diajarinya pada sebuah kelas pun membantunya meski liburan telah tiba.

 

Tapi tiba-tiba sebuah papan besar bertuliskan “pengecoran sungai” yang dipasang di samping sungai, telah menutup harapan besar mereka. Sungai-sungai di sekitar tempat tinggal yang telah dibersihkan bersama untuk memelihara larva kunang-kunang akan dicor agar tidak menimbulkan kotoran yang semakin menumpuk dan banjir.

Anak-anak dan guru muda itu pun protes pada pemerintahan yang membuat peraturan untuk pengecoran itu. Hal itu ditanggapi dingin oleh petugas di pemerintahan. Setelah berdebat cu, tapi dengan syarat bisa ditunda atau dibatalkan jika ada tanda tangan banyak orang yang menginginkan sungai itu tidak dicor. Akhirnya anak-anak sibuk meminta tanda tangan orang-orang dewasa di sekitarnya termasuk orang tua mereka dan sahabat-sahabat orang tua mereka di tempat kerja. Hingga terkumpullah semua tanda tangan itu dalam satu bundel besar. Pengecoran pun ditunda, tetapi jika dalam jangka waktu yang ditentukan ternyata tidak ada kunang-kunang yang bersinar, maka terpaksa pengecoran akan segera dilakukan.

 

Para siswa yang mungkin seusia anak kelas empat SD jika di Indonesia itu pun kembali bersemangat untuk membersihkan sungai. Mereka tertawa riang dalam kebersamaan, punya visi dan misi yang sama, harapan yang sama... ingin melihat kunang-kunang bersinar terang menyelimuti kota mereka. Larva-larva yang sudah dipelihara kemudian dilepaskan di sungai itu dengan harapan bahwa kunang-kunang itu harus punya tempat untuk mereka tumbuh secara mandiri dan tanpa bantuan manusia lagi. Hujan deras mengguyur, mereka pun khawatir jika larva-larva itu ikut larut ke sungai. Maka mereka mulai menyebar kembali larva yang tersisa ke sungai itu.

 

Sekian waktu berjalan, akhirnya waktu yang ditentukan tiba. Para siswa dan guru muda tadi menunggu dengan sabar di malam yang menyelimuti. Dengan harapan di hari itu mereka akan melihat kunang-kunang bersinar dengan indah.

Sekian jam menunggu, membuat siswa-siswa lain mulai cemas.

“Ternyata kunang-kunang itu tidak akan bersinar,” kata salah satu dari mereka.

Semua telah pergi dan tinggallah guru muda dengan murid yang dekat dengannya di situ yang kalau tak salah bernama Sayumi (lupa, euy...), tetap menanti di pinggir sungai. Mata mereka menelisik dedaunan dengan teliti, berharap ada satu cahaya saja yang menghiasi gelapnya sungai itu. Hanya satu saja...

 

Tapi lihatlah... pelan-pelan, satu dua hingga ratusan kunang-kunang segera beterbangan ke sana kemari memenuhi semua rumah yang ada di kota itu, jalan-jalan dan apa saja yang ada. Orang yang sebelumnya meremehkan harapan, kini telah lupa dengan perdebatannya saking takjubnya melihat kunang-kunang. Dari sinar itu membentuk wajah ayah dari guru muda itu dan juga ibu Sayumi.

Bahkan ada seorang tua yang sangat mendukung perjuangan guru muda itu sampai menangis. Karena sudah puluhan tahun tidak melihat kunang-kunang, dan ia pernah melihat binatang kecil itu saat masih kecil dulu saja.

Ha, akhir yang bahagia sekali...

 

Saat kita bersungguh-sungguh, meski mungkin film ini bukan film Islami... tapi perjuangan mereka patut diacungi jempol... tidak putus asa, meski hanya untuk melihat binatang kecil bernama hotaru (kunang-kunang)...

Ah, indahnya...

6 comments:

fitri andriani said...

pernah nonton juga ... keren ya .. :D

Likah - Syafa Azizah said...

yupz... tapi saya gak tau judulnya, coz udah di tengah-tengah waktu nontonnya, hehe...

fitri andriani said...

sama lagi dunk klo gitu .... hehehhee

Likah - Syafa Azizah said...

ye, mbak fitri cuma sama-sama terus...
oke deh, sama-sama lagi juga, hehe...

Mohamad Fadhli said...

wah, ternyata di Jepang sudah susah liat kunang-kunang, ya.. syukurlah saya masih hidup di Jogja, di sawah masih banyak, lho..

Likah - Syafa Azizah said...

he iya, dulu waktu di desa juga sering liat pas tiap pulang dari langgar… tapi di Balikpapan lum pernah liat ada kunang-kunang, hmm...