masihkah...

masihkah kawan...
engkau menungguku di sana
saat aku masih tertatih menahan perih
engkau telah berlari dan mendaki menuju puncak

masihkah kawan...
engkau seperti yang kukenal dulu
memagari dirimu dengan cinta bukan pada dunia
cinta yang indahnya tak terbayang oleh mata
lebih indah dari permata
lebih kemilau dari embun pagi yang tercerna surya
berjuang dan berkorban demi tegak kalimah cinta-Nya

kawan...
kini aku telah tegak berdiri
menjadi pemagar diri untuk menjelmakan ketangguhan
untuk mengabdi pada yang mempesonakanku
cinta-Nya...
ya, cinta-Nya...

kawan...
aku tahu semua perjuangan membutuhkan pengorbanan
perih dan pedih menimpa silih berganti
hingga tak sempat engkau... atau aku merasa atau menyatakan kata bahagia
tapi pahamkah kawan...
bahagia itu telah didapat di hati dari-Nya...
tak terperi rasanya...
indah bukan buatan rasanya, meski tak terlihat oleh mata kita...

kawan...
aku sungguh tahu
engkau mulai goyah, meski engkau terlihat tak begitu...
bahkan engkau berniat pergi meninggalkanku...
tapi aku akan selalu menggandeng tanganmu menuju cinta
cinta yang sempurna dari milik-Nya
aku akan berkisah tentang para syuhada yang tak kenal putus asa
aku akan menceritakan kisah sejati perjuangan para nabi
aku akan selalu menguraikan segala yang kupunya untuk dirimu
agar engkau dapat kembali merasakan
betapa indahnya dunia dalam genggamanmu
dan sentiasa mendambakan akhirat dalam hatimu
indah kawan...

lantas jangan kau sesali yang telah terjadi...
semua telah ada kisah sendiri-sendiri
semua punya masa lalu
tapi telah ada masa kini yang harus kita hadapi
dan kita harus menjemput masa depan
yang harus lebih dan begitu gemilang
maukah kau, kawan...?

maka, masihkah kawan...
engkau menungguku...
aku mencintaimu hanya... hanya... dan hanya... karena-Nya...
mari terus berjuang, kawan...
mari terus merapatkan barisan...
mari kugapaikan jemarimu untuk bersama meraih cita