Perjalanan seorang gadis yang hidup hingga usia 25 tahun. Menjalani pengobatan dan terapi, tetapi saat itu saya tidak mengetahui bagaimana awal mula kisah dalam film Jepang itu. Karena saat saya buka channel-nya, ternyata sudah mau habis.
Ya, gadis itu bernama Aya. Sekolah dengan rajin, di sekolah umum meski mempunyai kelemahan dengan adanya penyakit yang bersarang di fisiknya. Seperti stroke, tetapi saya tak tahu pastinya, tidak disebutkan dalam dialog yang ada. Setiap orang di rumah sakit tempat ia dirawat, selalu melihatnya dengan tersenyum, kagum dengan perjuangannya untuk sembuh, meski telah didatangkan ahli untuk mengobatinya. Kaki dan tangannya sulit untuk bergerak, kaku dan tidak dapat digerakkan secara normal.
Keluarga Aya adalah orang-orang yang penuh kasih sayang. Ibu ayah dan adik-adiknya selalu menyemangati setiap waktu yang tersedia.
Hobbi Aya adalah menulis. Sebuah cita-cita tertanam pada dirinya, ingin menjadi orang yang berguna untuk sekitarnya dengan tulisan-tulisannya. Ia menulis diary setiap hari, mengungkapkan perasaannya dan juga yang selalu ditemui di setiap waktunya dengan dialog-dialog rapi dalam tulisannya.
Seorang dokter bedah bernama Kobayashi, hampir setiap waktu menemaninya, mengajaknya berbicara dan selalu memberi semangat tak henti. Hingga di suatu siang, saat dokter Kobayashi sedang mencatat sesuatu di taman, Aya bermaksud menghampirinya dan mengajak berbicara. Namun, seorang perawat lebih dulu menghampiri dokter tersebut, Aya bersembunyi di balik rimbunan bunga, tak jadi menghampirinya. Aya melihat mereka berdua tampak akrab.
Lalu kembalilah dia ke ruangannya di rumah sakit. Ia disambut oleh dokter yang biasa merawatnya. Seorang dokter wanita yang selalu tersenyum pada Aya dan menyayanginya sepenuh hati.
"Isha..." Aya berkata pada dokter itu.
"Nani...?" tanya dokter.
"Apakah orang seperti aku bisa menikah?" tanya Aya.
Dokter itu menatap Aya dengan takjub, tidak menyangka dengan pertanyaan yang diajukan itu.
"Sayang... kau tidak bisa menikah. Penyakitmu langka dan sulit untuk disembuhkan. Dan aku telah memanggil dokter yang ahli dalam penyakitmu ini. Kau harus bersabar dan pasti suatu saat jika telah pulih, engkau pasti bisa seperti yang lainnya."
"Arigatoo... dokter telah menjawab jujur padaku. Sekali lagi arigatoo," jawab Aya tampak menitik air mata.
"Aya..." dokter itu memeluk Aya kemudian.
Pada suatu siang, saat berjalan-jalan dengan kursi rodanya di taman luar rumah sakit, seorang anak laki-laki sedang berjalan cepat dengan ibunya.
"Bu, aku ingin naik kursi seperti itu..."
"Itu hanya untuk orang yang sakit. Kamu memang mau seperti itu...!"
"Tapi aku ingin naik kursi seperti itu..."
"Sudahlah, jangan macam-macam..."
Aya terdiam mendengar dialog anak laki-laki dengan ibunya itu. Tiba-tiba kursi rodanya tidak dapat berjalan, "Ah, maafkan aku kursi rodaku. Aku mungkin salah saat mengisi bateraimu tadi, hingga kau tak bisa berjalan sekarang," gumam Aya.
Tiba saat pulang ke rumah. Memang terapi untuk Aya belum selesai, tapi di rumah ia justru merasa nyaman. Semua perlengkapan untuknya telah disediakan dengan baik. Kamarnya dekat toilet, taman, dan juga ruang makan. Sedang kamarnya menghadap ke taman. Ia senang berada di sana.
"Ayaa... yaaa... yaaa....!!" Aya bersenandung, tapi lebih mirip berteriak karena bibirnya juga tidak terbentuk sempurna.
Adik-adiknya datang beserta Okaasan.
"Ada apa?" tanya mereka serentak.
"Tidak ada apa-apa. Aku sedang berlatih vokal. Ah, jadi kalo ada apa-apa denganku aku bisa berteriak seperti tadi," jawab Aya.
"Tidak boleh. Tidak akan terjadi apa-apa denganmu..." jawab mereka sambil tersenyum bersama.
Di suatu malam, okaasan membaca tulisan-tulisan Aya di ruangan tertutup. Ia membaca perlahan tulisan diary Aya. Hingga tiba pada beberapa kalimat,
"Terkadang aku tidak mengerti, untuk apa aku hidup. Aku senang dengan jawaban dokter untuk tanyaku mengapa aku tak bisa menikah. Tapi aku ingin selalu berguna untuk orang lain dan juga terus hidup meski punya banyak kekurangan."
Okaasan terisak membaca tulisan-tulisan Aya dan suaminya mengusap pelan bahunya, tanda agar selalu bersabar.
"Okaasan..."
"Nani...?"
"Aku ingin hidup terus dan berguna bagi orang lain..."
"Apa yang kau katakan. Kau akan terus hidup untuk kami, keluargamu. Oh ya, okaasan sudah merapikan tulisan-tulisanmu untuk menjadi buku. Itu pasti akan bermanfaat sekali bagi orang lain."
Aya mengangguk sambil tersenyum.
Aya meninggal pada usia 25 tahun. Setelah beberapa kali menjalani terapi untuk sistem motorik pada tubuhnya. Ia begitu dicintai oleh keluarganya meski punya penyakit yang tak bisa disembuhkan. Justru kasih sayang keluarga itulah yang menguatkan Aya.
- isha : dokter
- Okaasan : ibu
- nani : ada apa
- arigatoo : terima kasih
--------
Tak banyak yang istimewa dari film ini. Bahkan saya juga tak tahu judul filmnya. Tapi yang dapat saya ambil hikmahnya, Aya walaupun mempunyai anggota tubuh yang tidak bisa digerakkan secara sempurna, ia begitu gigih berjuang untuk ikut terapi dan juga tidak minder ketika dulu masih ikut sekolah umum maupun ketika di rumah sakit. Ia dicintai keluarga, orang-orang di sekitarnya dan begitu pula sebaliknya. Ia terus menulis untuk bisa memberikan semangat yang dimilikinya untuk hidup kepada orang lain, seperti cita-citanya untuk bisa bermanfaat bagi sekitarnya.
Saya jadi teringat film Olympiade Cacat yang menampakkan orang-orang cacat untuk mengikuti berbagai cabang olahraga. Lantas di akhir ceritanya tersimpan pesan yang ditulis besar, "Jika mereka yang tak sempurna saja bisa, apalagi kita yang sempurna... PASTI JAUH LEBIH BISA."
NB :
Yaa Allah terima kasih atas karunia di kehidupan yang tiada terkira. Tidak bisa dihitung dan terbalas meski dalam sujud syukur di setiap waktu. Yaa Rabbi mudahkanlah sesiapa yang kekurangan dengan kasih sayang-Mu, sedarkan hati dan diri yang terlupa beryukur. Atas kemudahan-kemudahan yang hingga kehidupan saat ini masih Engkau berikan. Semoga kami menjadi insan-insan yang selalu bersyukur... amiin...
By. Syafa Azizah
Ya, gadis itu bernama Aya. Sekolah dengan rajin, di sekolah umum meski mempunyai kelemahan dengan adanya penyakit yang bersarang di fisiknya. Seperti stroke, tetapi saya tak tahu pastinya, tidak disebutkan dalam dialog yang ada. Setiap orang di rumah sakit tempat ia dirawat, selalu melihatnya dengan tersenyum, kagum dengan perjuangannya untuk sembuh, meski telah didatangkan ahli untuk mengobatinya. Kaki dan tangannya sulit untuk bergerak, kaku dan tidak dapat digerakkan secara normal.
Keluarga Aya adalah orang-orang yang penuh kasih sayang. Ibu ayah dan adik-adiknya selalu menyemangati setiap waktu yang tersedia.
Hobbi Aya adalah menulis. Sebuah cita-cita tertanam pada dirinya, ingin menjadi orang yang berguna untuk sekitarnya dengan tulisan-tulisannya. Ia menulis diary setiap hari, mengungkapkan perasaannya dan juga yang selalu ditemui di setiap waktunya dengan dialog-dialog rapi dalam tulisannya.
Seorang dokter bedah bernama Kobayashi, hampir setiap waktu menemaninya, mengajaknya berbicara dan selalu memberi semangat tak henti. Hingga di suatu siang, saat dokter Kobayashi sedang mencatat sesuatu di taman, Aya bermaksud menghampirinya dan mengajak berbicara. Namun, seorang perawat lebih dulu menghampiri dokter tersebut, Aya bersembunyi di balik rimbunan bunga, tak jadi menghampirinya. Aya melihat mereka berdua tampak akrab.
Lalu kembalilah dia ke ruangannya di rumah sakit. Ia disambut oleh dokter yang biasa merawatnya. Seorang dokter wanita yang selalu tersenyum pada Aya dan menyayanginya sepenuh hati.
"Isha..." Aya berkata pada dokter itu.
"Nani...?" tanya dokter.
"Apakah orang seperti aku bisa menikah?" tanya Aya.
Dokter itu menatap Aya dengan takjub, tidak menyangka dengan pertanyaan yang diajukan itu.
"Sayang... kau tidak bisa menikah. Penyakitmu langka dan sulit untuk disembuhkan. Dan aku telah memanggil dokter yang ahli dalam penyakitmu ini. Kau harus bersabar dan pasti suatu saat jika telah pulih, engkau pasti bisa seperti yang lainnya."
"Arigatoo... dokter telah menjawab jujur padaku. Sekali lagi arigatoo," jawab Aya tampak menitik air mata.
"Aya..." dokter itu memeluk Aya kemudian.
Pada suatu siang, saat berjalan-jalan dengan kursi rodanya di taman luar rumah sakit, seorang anak laki-laki sedang berjalan cepat dengan ibunya.
"Bu, aku ingin naik kursi seperti itu..."
"Itu hanya untuk orang yang sakit. Kamu memang mau seperti itu...!"
"Tapi aku ingin naik kursi seperti itu..."
"Sudahlah, jangan macam-macam..."
Aya terdiam mendengar dialog anak laki-laki dengan ibunya itu. Tiba-tiba kursi rodanya tidak dapat berjalan, "Ah, maafkan aku kursi rodaku. Aku mungkin salah saat mengisi bateraimu tadi, hingga kau tak bisa berjalan sekarang," gumam Aya.
Tiba saat pulang ke rumah. Memang terapi untuk Aya belum selesai, tapi di rumah ia justru merasa nyaman. Semua perlengkapan untuknya telah disediakan dengan baik. Kamarnya dekat toilet, taman, dan juga ruang makan. Sedang kamarnya menghadap ke taman. Ia senang berada di sana.
"Ayaa... yaaa... yaaa....!!" Aya bersenandung, tapi lebih mirip berteriak karena bibirnya juga tidak terbentuk sempurna.
Adik-adiknya datang beserta Okaasan.
"Ada apa?" tanya mereka serentak.
"Tidak ada apa-apa. Aku sedang berlatih vokal. Ah, jadi kalo ada apa-apa denganku aku bisa berteriak seperti tadi," jawab Aya.
"Tidak boleh. Tidak akan terjadi apa-apa denganmu..." jawab mereka sambil tersenyum bersama.
Di suatu malam, okaasan membaca tulisan-tulisan Aya di ruangan tertutup. Ia membaca perlahan tulisan diary Aya. Hingga tiba pada beberapa kalimat,
"Terkadang aku tidak mengerti, untuk apa aku hidup. Aku senang dengan jawaban dokter untuk tanyaku mengapa aku tak bisa menikah. Tapi aku ingin selalu berguna untuk orang lain dan juga terus hidup meski punya banyak kekurangan."
Okaasan terisak membaca tulisan-tulisan Aya dan suaminya mengusap pelan bahunya, tanda agar selalu bersabar.
"Okaasan..."
"Nani...?"
"Aku ingin hidup terus dan berguna bagi orang lain..."
"Apa yang kau katakan. Kau akan terus hidup untuk kami, keluargamu. Oh ya, okaasan sudah merapikan tulisan-tulisanmu untuk menjadi buku. Itu pasti akan bermanfaat sekali bagi orang lain."
Aya mengangguk sambil tersenyum.
Aya meninggal pada usia 25 tahun. Setelah beberapa kali menjalani terapi untuk sistem motorik pada tubuhnya. Ia begitu dicintai oleh keluarganya meski punya penyakit yang tak bisa disembuhkan. Justru kasih sayang keluarga itulah yang menguatkan Aya.
- isha : dokter
- Okaasan : ibu
- nani : ada apa
- arigatoo : terima kasih
--------
Tak banyak yang istimewa dari film ini. Bahkan saya juga tak tahu judul filmnya. Tapi yang dapat saya ambil hikmahnya, Aya walaupun mempunyai anggota tubuh yang tidak bisa digerakkan secara sempurna, ia begitu gigih berjuang untuk ikut terapi dan juga tidak minder ketika dulu masih ikut sekolah umum maupun ketika di rumah sakit. Ia dicintai keluarga, orang-orang di sekitarnya dan begitu pula sebaliknya. Ia terus menulis untuk bisa memberikan semangat yang dimilikinya untuk hidup kepada orang lain, seperti cita-citanya untuk bisa bermanfaat bagi sekitarnya.
Saya jadi teringat film Olympiade Cacat yang menampakkan orang-orang cacat untuk mengikuti berbagai cabang olahraga. Lantas di akhir ceritanya tersimpan pesan yang ditulis besar, "Jika mereka yang tak sempurna saja bisa, apalagi kita yang sempurna... PASTI JAUH LEBIH BISA."
NB :
Yaa Allah terima kasih atas karunia di kehidupan yang tiada terkira. Tidak bisa dihitung dan terbalas meski dalam sujud syukur di setiap waktu. Yaa Rabbi mudahkanlah sesiapa yang kekurangan dengan kasih sayang-Mu, sedarkan hati dan diri yang terlupa beryukur. Atas kemudahan-kemudahan yang hingga kehidupan saat ini masih Engkau berikan. Semoga kami menjadi insan-insan yang selalu bersyukur... amiin...
By. Syafa Azizah
14 comments:
subhanallah....
moga semangat itu tertular pula utk kita
amiin Yaa Allah...
ganbatte ne...!
ngerti bahasa jepang yah ?
keren...!
sedikit saja Pak Dayan… masih belajar terus nih :)
pokoknya keren :)
yo wes-lah, makasih ya… :)
Sekedar informasi, film tersebut berjudul "ichi rittoru no namida" yang artinya seliter air mata. Film ini menceritakan perjuangan gigih seorang gadis melawan penyakit ganas yang dideritanya.
Film ini ada 2 versi, yang tayang duluan berupa drama serial dan yang film lepas. Dari deskripsi di atas, sepertinya yang ditonton yang versi film. Menurut saya pribadi, film dramanya lebih menyentuh dan bagus, dan menjadi drama favorit saat itu. Drama ini ditiru oleh sinetron Indonesia dengan judul Buku Harian Nayla.
http://wiki.d-addicts.com/Ichi_Rittoru_no_Namida
Koreksi sedikit, buku harian itu ditulis bukan karena Aya hobi menulis, melainkan untuk keperluan dokter memonitor kesehatan Aya. Penyakit Aya menggerogoti syarafnya sehingga pelan2 tubuhnya satu persatu tidak bisa digerakkan. Hal ini dapat terlihat dari kualitas tulisan tangan Aya.
Satu hal lagi, kisah ini diangkat dari kisah nyata Kitou Aya. Di film, diubah menjadi Ikeuchi Aya.
terjemahan buku harian: http://onelitre.xanga.com/
Film ini mmg bagus bget...salah satu film yg mmbuat kita brtmbah smgat+snantiasamensyukuri apa yg tlh dberi Allah
@umarsaid : wah, informasinya menarik sekali...
doumo arigato gozaimasu... ah, yokatta ne...! :)
akhirnya ada juga yang dapat menjelaskan tuntas, karena saya ngeliatnya pas mo habis gitu...
yupz, terus bersyukur dengan apa yang ada... yang telah Allah berikan hingga saat ini...
SEMANGAAD... ! :)
aku dah nonton filmnya tuh klo ga salah yang judulnya one liter of tears,, ceritanya memang sedih benget. tapi salut dia tetap semangat, ga putus asa. kadang-kadang jadi malu ndiri habis aku suka putus asa, klo ga bisa pasti deh nyerah...
jadi mesti selalu bersyukur nih atas pemberian Allah..
ganbatte ne..!! :)
wew....aku nangis lihat film itu ^^ terus suka banget dengan ost nya yang nyanyi remio romen...kona yuki^^
iya ost-nya bagus, seneng... tapi lum sempet nerjemahin, hehe...
Post a Comment