Senja telah banyak berlalu. Dan di waktu-waktu yang terlewati itu, aku mendadar semua peristiwa yang ingatkan banyak kisah lalu. Pelajaran hidup. Kepahitan, kemanisan. Semua datang silih berganti. Tidak dipinta. Namun kepergiannya membekas dalam ingatan yang tak lekang oleh waktu.
Himpitan-himpitan mendera. Kebahagiaan yang datang seperti air, ketika tergenggam, maka lekas pula ia pergi. Cita dan cinta menyatu untuk terenggut. Kemudian satu-persatu ada yang meluntur, gersang dan hancur. Tiada yang abadi. Tiada kekekalan dalam urusan duniawi. Seperti pakaian terpakai, saat ia terdapati telah usang, maka akan terbuang dan hilang. Atau diri yang kelak menghuni rumah seluas pusara. Termakan cacing tanah dan tak berdaya, tertinggal tulang-belulang tak berharga. Maka kisahnya dalam perjalananlah yang menyerta. Dalam jalan taqwa ataukah sebaliknya.
Ah, pesona. Nampak diri berbangga. Berkaca, menatap tak terperi pada cermin. Seolah tak ada siapa-siapa yang mengawasi. Seolah-olah tak tampak yang terlintas di hati. Padahal itu hanya fatamorgana. Sementara pengawasan-Nya tak pernah berhenti hingga usia tak melekat dalam raga. Dan hingga akhir dunia.
Duhai cinta. Indahnya melayangkan jiwa pada sebuah terka. Membayang tak lekang, hingga tumpukan bakteri menyelimuti hati. Pekat berwarna. Karena cinta ini tidak pada tempatnya. Padahal kasih-Nya tiada bertepi. Tetap saja diduakan dengan berbagai alasan. Maka semoga kini, terpilihlah hanya karena-Nya. Tiada cela, tiada noda yang merusak pakaian jiwa. Semoga sempurna, meski tak ada yang sempurna.
Sempurna cinta karena-Nya semata.
Harta. Kemilaunya emas begitu berharga. Uang berhamburan dimana-mana, meminta untuk dibelanjakan, meski ada jalur yang tak seharusnya terlewati di sana. Haram dan halal sulit terbedakan, hingga akhirnya membutakan. Karena ia mengajak bertamasya kemanapun saja. Tiada itu, maka tak bisa berkuasa. Tak bisa berbuat apa-apa.
Benarkah begitu?
Maka masih banyak jalan terbaik, paling baik menuju keridloan. Meski sulit dan sedikit, namun penuh ridlo dari-Nya. Maka pilihanmu jatuh pada yang mana?
Jika para sahabat begitu bersikeras menolak sebuah pangkat, karena dirasa amanahnya yang begitu berat. Maka sekarang, banyak yang berlomba-lomba dengan beberapa hitungan janji. Yang bahkan banyak tidak terpenuhi.
Jika di waktu lampau, dengan sedaya upaya menjaga. Maka sekarang terdapati, amanah itu tiada arti. Kesenangan sendiri lebih bisa dijalani. Rasanya nikmat. Namun banyak racun dan duri yang melukai kelak di penghujung fana.
Maka kini kudapati diriku meringkuk pedih. Membayangkan semua yang kelak akan terjadi. Tanggung jawab, hingga hukuman yang akan diterima. Yang terharapkan adalah balasan cinta dari-Mu, Yaa Ghafururraahiim. Menghuni jannah, bukan tempat yang berminumkan darah dan nanah.
Wahai diri berapa lama lagi
Kalau terus begini, terus menghianati
Kapankah lagi, engkau kan kembali
Berserah diri, setulus, sepenuh hati
Tundukkan mata dan hatiku
Dari gemerlap dunia
Yang palsu mempedaya jiwa
Kumemohon kepada-Mu, Yaa Rabbi
Selamatkanlah duniaku dan akhiratku
Yang pasti
Jangan cintakanku padanya, duniawi...
Ampuni dosa silamku, di masa laluku
Kini dan nanti...
(Mewangi cinta dunia, by Tazakka)
Yaa Rabbi...
12 comments:
Javan kembali bu..
tulisannya ..bagus sekali....
ya, tadi udah baca, hehe...
semangat yah... :)
ini tulisan malam, soale gak bisa tidur kemarin lusa dari jam sebelas ampe jam tiga pagi, waduh...
ya udah deh, habis muhasabah sekalian nulis-nulis aja...
gak nyangka euy...
maksudnya apa tuh, pak? :)
keren, lah, tante. tadinya sempet saya kira copas, lho!
oh...
alhamdulillah tulisan karya sendiri selalu, kecuali ada pengutipan or referensi, pasti saya sisipkan nama buku or penulisnya :)
btw, saya belum tante-tante, hehe...
makasih invite ama ukhuwahnya :)
saya membiasakan memanggil untuk dan atas nama anak-anak saya, tante.
makanya, semua saya panggil oom dan tante
begitu yah :D
ya udah, boleh deh kalo gitu, hehe...
Subhaanalloh...indah!! ^__^
bikin jiwa jadi adem....
makasih...
yuk, ikut bermuhasabah... :)
ane jadi kulkas dunk, hehe...
Post a Comment