Bismillah...
Di waktu kecil, aku menambatkan cita-cita penuh arti. Pasang surut kucipta, kureka, apa kira-kira pencapaian yang bisa kuraih ketika mengalami masa dewasa.
Saat menjelang kelas enam sekolah dasar, aku merejam tanya pada ibuku tercinta, “Bu, jika sudah besar, bolehkah nanti kuliah?”
Ayah memandangiku, ibu menjawab tanyaku, “Boleh...”
Subhanallah... aku terpana membayang harapan yang kelak kupastikan terwujud.
Hingga akhirnya... rencana adalah milik manusia dan Allah menentukan segenap perkara. Ayah sakit lama, pindah dari rumah sakit satu ke rumah sakit lainnya hingga semua harta nyaris terjual untuk membiayai segala keperluan itu. Belum juga ayah sembuh, ibu juga menyusul sakit. Saat itu ayah berada di Rumah Sakit Dr. Soetomo, Surabaya. Karena beliau cemaskan ibu dan aku, maka beliau pindah rumah sakit di kota sendiri. Tentu jauh peralatan yang memadai di bidang medis daripada yang ada di Surabaya. Ayah dan ibu berada dalam satu kamar, namun ayah melarang semuanya untuk tidak memberi tahu ibu. Keduanya hanya terpisah tirai tinggi.
Aku kesana kemari... pulang sekolah (saat itu kelas tiga SMP menunggu ujian akhir tiba, jadwal penuh untuk les di sekolah), aku segera berangkat ke rumah sakit dengan sepeda. Mengayuh perjalanan yang lumayan, namun sebisa mungkin kutempuh. Melihat ayah dan ibuku yang ditunggui kakak angkatku dan juga tetangga, aku tak bisa berbuat apa-apa selain berdo’a untuk kesembuhan mereka. Lalu sore hari aku pulang membawa baju keduanya, agar bisa kucuci dan kubawa lagi ke rumah sakit.
Kanker paru-paru... itulah penyakit ayah. Dan diabetes adalah penyakit yang bersarang di tubuh ibu. Nama penyakit yang bagiku sangat menakutkan untuk mendengarnya.
Di bulan puasa, pada tahun 1998... ayah dipanggil Yang Maha Kuasa.
Bahkan sebelumnya ayah berpamit pada ibu dengan mengucap, “Am (panggilan kesayangan ayah untuk ibu), aku sudah menepati janjiku untuk tetap bersamamu meski kita tak punya keturunan sama sekali. Semoga semua dimudahkan untuk kita jalani, yang sabar ya... dan anak-anak angkat kita, semoga semuanya rukun dan damai, tidak ada pertengkaran.”
Tapi saat itu aku tidak di rumah sakit, aku hanya mendengar cerita saja.
Namun sore hari sebelum pulang dari rumah sakit, aku sudah merasa aneh. Tiba-tiba ayah minta kukipasi badannya yang terasa gerah, dan air mataku jatuh tak habis-habis, aku enggan pulang sama sekali. Sungguh ingin kucium dan kupeluk ayah agar tak merasa sakit lagi.
Duhai ayah... maafkan aku... aku sungguh tak tahu... manusia dhoif yang hanya merasa, namun Dia-lah yang mengatur segalanya... andai aku tahu... tentu aku akan menginap di rumah sakit saja, esok bila sekolah, biar saja aku ijin dulu...
Hatiku hancur berkeping, merasa merana kesekian kalinya karena duka. Duka yang lebih dalam dari ruang berlorong gelap di masa kecilku dulu, di mana kehilangan orang yang sangat kucintai, kuhargai, sebagai seorang tauladan, guru dan ayah terbaik dalam hidupku. Ayah yang kukagumi sepanjang masa...
Aku tak konsentrasi belajar, aku frustasi, aku benar-benar kehilangan arah.
Ya Rabbi... aku masih belum siap dengan ujian selanjutnya...
Tapi mau bagaimanakah? Aku harus menempuhinya...
Ya Allah kuatkan diriku...
Do’aku dalam hati di sepanjang waktu menutup sisa hari yang terhias mendung. Melangkah meninggalkan makam yang masih basah, menangis sehari sehingga sembab menyelimuti mataku.
Oh ayahku...
Semoga Allah merildoi perjalananmu, dan memberikan tempat terbaik di sisi-Nya...
Ayah terima kasih
Nanda haturkan kepadamu
Yang telah mendidik dan membesarkanku bersama ibu
Ayah engkaulah guruku
Yang terbaik di sepanjang usiaku
Yang telah membimbing masa kecilku meniti jalan Tuhan-ku
Allah semoga Kau berkenan
Membalas segala kebaikannya
Menerimanya dan meridloinya... di hadirat-Mu...
(catatan mengenang Ramadhan kali ini...)
Rabu, 26 Ramadhan 1430 H / 16 September 2009 M, 17.39
2 comments:
salam..sungguh menyayati hati saya membacanya...semuga orang-orangtua yang telah pergi diletakan bersama-sama orang-orang yang soleh dan soleha..harus semangat dong...demi membuat keluarga merasa bangga di tas kejayaan kita kelak..usah berputus-asa kerana jika mereka ada tentu akan merasa kecewa..diharap kita tidak menghampakan segala-gala pegorbanan mereka...insya'allah...
dengan berderai air mata menuliskan kenangan silam ini, karena sama di masa Ramadhan... alhamdulillah tetap semangat, semoga Allah memperkenankan... amiin...
Post a Comment