Sunday, 27 September 2009

[Wisyantara] - Pesona keindahan dua kota...

Bismillah...

Alhamdulillah, ini adalah perjalanan keempat saya ke kota Samarinda. Dimulai dengan suasana pagi yang begitu sejuk, saya berangkat naik angkot menuju terminal Balikpapan. Hmmm, udaranya benar-benar masih segar dan begitu menyehatkan. Lalu naik bis menuju kota Samarinda sembari menatap indahnya pagi. Mentari begitu lembut menyinari perjalanan hingga akhirnya tampak cahaya terangnya menyambut hari yang semakin beranjak.

Tiga jam perjalanan dari Balikpapan menuju Samarinda, tentu sangat melelahkan. Jadi saya sarankan ke teman-teman yang ingin berkunjung ke Kota Tepian, ada baiknya membawa kendaraan sendiri, semisal menyewa mobil yang tersedia di kota Balikpapan dengan biaya kurang lebih Rp 300.000,00 / hari, bisa seharian berkeliling Samarinda dan kalau rame-rame akan lebih murah untuk gabungan. Tapi jika ternyata ingin naik bis seperti saya, yang kali ini berpetualang agak jauh, bolehlah dengan biaya yang cukup tinggi ikut meretas Kota Tepian selama sehari.

Jarak yang cukup lumayan ini, maka harus bersedia peralatan sholat, makanan dan minuman secukupnya serta uang saku lebih untuk berjaga-jaga. Hehe, kek mandor aja yah...
Dan kita akan melewati banyak bukit, hutan-hutan serta lahan-lahan yang masih akan digarap pemerintah daerah, baik Balikpapan maupun Samarinda.

Akhirnya... Sungai Mahakam dengan tenang mengalir di bawah jembatan megah berwarna kuning. Perahu kecil dan besar, hilir mudik untuk mengangkut barang atau dengan tujuan lain. Di pinggir sungai yang masih penuh dengan hutan, tampak bergelantungan kera-kera kecil mencari makan atau mungkin berkata, “Selamat datang di Kota Tepian, Samarinda.”

Jujur, kali ini saya benar-benar tak punya peta yang akan merangkum perjalanan agar lebih mudah. Karena sebelumnya bersama rombongan teman-teman lain. Tapi berusaha kesana kemari dengan mengingat jalan-jalan yang pernah saya lalui sebelumnya. Dan karena kunjungan kali ini lebih berkesan, maka saya dapat sedikit bercerita kepada teman.

Sampai di terminal, saya segera sarapan pagi sambil minum teh hangat untuk menemani santap pagi kali ini.
Hmmm, sedikit bergaya... sarapan aja di Samarinda, hehe...
Tapi memang saya belum sarapan sama sekali sejak berangkat tadi. Jadi bolehlah kali ini mencicipi makanan pagi di Kota Tepian.

                Saya lalu naik angkot menuju Islamic Center, yang telah terlihat sebelumnya dari jembatan Sungai Mahakam. Menggambarkan Islamic Center, mengingatkan kemegahan Cordova, Andalusia di Spanyol. Saya benar-benar takjub luar biasa, karena begitu berada di tengah kubah yang ada di lantai dua, subhanallah... serasa kecil sekali rasanya.

Bangunan ini diresmikan oleh Presiden Susilo Yudhoyono pada 16 Juni 2008. Sedangkan masjidnya telah diresmikan penggunaannya sejak 10 November 2004. Dan masjidnya mampu menampung 40.000 jemaah. Subhanallah...

                Untuk mengelilingi Islamic Center secara penuh atau keseluruhan, mungkin diperlukan waktu sehari. Di setiap sisi bangunannya begitu menakjubkan mata yang memandang, seraya tak henti-hentinya mengagungkan asma Allah. Bangunan lain belum didirikan, karena yang telah selesai baru masjidnya. Jadi mungkin menunggu sekian waktu lagi untuk kesana kelak, hingga Islamic Center yang kata orang lebih indah dari Kubah Emas di Depok ini, selesai dibangun secara keseluruhan. Yah, lain waktu semoga bisa kesana lagi...

                Yupz, perjalanan selanjutnya dengan meminta sebuah angkot menuju Hotel Golden di Jalan Gatot Subroto. Weits, mo ngapain...?
Ini memang tempat wisata yang baru dibuka pada 19 September 2009 M, ramadhan lalu. Dan hanya sebulan berada di pelataran parkir Hotel Golden. Jadi saya berada di pekan kedua setelah pembukaan. Wisata ini dinamakan, “Welcome Snow World International.” Sebenarnya sungguh banyak wisata di Samarinda ini, tapi takkan cukup sehari mengelilinginya, bahkan mungkin lebih banyak daripada yang ada di Balikpapan. Hanya saja untuk kebersihan dan keteraturan, banyak yang akan bilang, “Lebih suka di Balikpapan.”       

                Dengan mengeluarkan biaya Rp 50.000,00 / orang dewasa, kita sudah bisa sepuasnya berada di wahana ini. Tapi jangan salah, harus rela mengantri tiket, bahkan sejak belum dibuka. Berpanas-panas ria dulu, baru pendinginan di dalam wahana itu dengan suhu -15°. Lumayan dingin meski baru lima menit masuk ke dalamnya, bahkan bisa-bisa sudah keluar saking tak tahan dengan suhunya. Tak boleh bawa HP, tak boleh bawa kamera, tetapi cukup banyak orang yang mengambil gambar di sana. Dan saya mencoba meluncur di perosotan es yang dingin itu, wuih, seru sekaligus sakit... karena di bawahnya lantai, hehe...
Pohon-pohon yang ada pun juga sudah ditumbuhi es di sana-sini, jika digerakkan, maka turunlah seperti salju yang hanya sering kita lihat di televisi. Hmmm... amazing...

                Setelah sekian menit, akhirnya keluarlah saya dari sana. Padahal belum puas juga, tapi waktu harus saya kejar untuk menuju tempat selanjutnya dan juga karena udara yang cukup menggigit, tidak bisa saya berlama-lama berada di sana.

                Kenapa saya musti mengejar waktu? Yah, karena pertama, sudah akan masuk dzuhur, kedua, tempat wisata selanjutnya berada jauh di pedalaman Samarinda, yaitu Desa Pampang. Tempat pertunjukkan seni budaya asli Dayak Kalimantan yang hanya sekali seminggu, dan hanya ada di hari Minggu saja. Tak bisa terlambat kesana, karena pertunjukkannya hanya sekali dan tidak diulang, dimulai dari jam 14.00 hingga 15.00 WITA.           

                Selesai sholat, saya pun menyewa angkot untuk menuju Desa Pampang. Meski ini merupakan tempat wisata, tetapi tak bisa dijangkau dengan kendaraan umum, hanya bisa dengan kendaraan pribadi atau kendaraan sewa. Dan ternyata, banyak lhoh penduduk Samarinda yang bahkan tidak tahu-menahu tentang Desa Pampang ini. Arahnya adalah sama dengan Kebun Raya Samarinda, tapi masih jauh sekali. Melewati pegunungan, hutan, sawah dan bukit, seperti perjalanan Balikpapan-Samarinda sebelumnya. Kira-kira dari kota kurang lebih satu jam perjalanan kesana.

Sebelum memasuki desa itu, di pinggir jalan terdapat petunjuk arah dengan kurang lebih 5 kilometer untuk masuk ke dalam, ditambah 1 kilometer lagi menuju bangunan untuk pertunjukkan seni bernama, “Lamin Bioq Pemung Tawai Pampang” atau bisa kita sebut juga Balai Desa. Tiket masuk sebesar Rp 15.000,00 plus souvenir berupa gelang bertuliskan, “Pampang.”
Banyak sekali wisawatan asing maupun lokal yang berada di tempat ini. Ada yang baru sekali seperti saya, atau sudah berkali-kali berada di tempat ini. Tapi sungguh, rasanya saya masih tak henti-hentinya takjub dengan keramahan suku asli Dayak ini.

Masih menunggu waktu sampai jam 14.00 WITA tepat, maka acara diselingi foto-foto oleh para wisatawan untuk beberapa tempat atau apa saja yang ada di sana. Selama kurang lebih sepuluh menit, oleh orang yang sepertinya dituakan, acara dimulai dengan pembukaan selamat datang, lalu diceritakan asal-usul suku Dayak ini berada di pedalaman Samarinda. Apa perlu saya tuliskan juga? 

Baiklah, kebetulan selain saya memotret juga mencatat sedikit. Karena tidak ada brosur yang dapat digunakan sebagai petunjuk.

Suku Dayak di Desa Pampang adalah Suku Dayak Kenya. Dulu tinggal di Malinau, dekat Malaysia. Pekerjaan adalah berburu di sekitar pegunungan di sebelah Malaysia. Mengapa berpindah? Karena selain kesulitan mendapatkan bahan-bahan pokok, juga karena ingin mendapatkan pendidikan yang layak untuk generasi-generasinya. Berbaur dengan dunia modern, tetapi tidak meninggalkan adat budaya mereka. Rumah Lamin berbentuk panggung dan merupakan rumah asli Suku Dayak. Diatur sedemikian rupa [memanjang lurus ke samping kanan kirinya dan ke belakang], sambung-menyambung hingga 20 sampai 30 rumah. Penggunaannya juga disesuaikan, serta ukiran-ukirannya pun tidak sekedar ukiran biasa saja. Ada maksud pada tiap-tiap ukiran, seperti ukiran patung yang berarti kepemimpinan dan jalinan masyarakat, atau ukiran perisai yang berarti pertahanan.

                Tarian adat Suku Dayak Kenya bertujuan atau mengandung arti kesenangan, keceriaan dan kelemahlembutan dalam bermasyarakat. Tarian itu berurutan dilaksanakan selama satu jam pertunjukkan.
Mereka adalah Tarian Nyelam Sakai atau Tarian Selamat Datang, Pemung Tawai atau Tarian Perang, Tarian Enggang Terbang yang menggambarkan keelokan Si Burung Enggang ketika berada di hutan pedalaman Kalimantan, Tarian Anyam Tali yang menggambarkan berkumpulnya semua Suku Dayak dalam menjalin hubungan bermasyarakat dengan memutar tali yang dikaitkan pada tiang dinding di atas, lalu setiap orang memegang tali dan memutarnya berurutan sehingga membuat kepang enam jalinan, dan kemudian secara berurutan pula dilepas sesuai alur jalinannya tadi, Tari Sumpit dan Ajai yang menggambarkan penggunaan senjata asli Suku Dayak yaitu Mandau dan Sumpit, Tarian Udoq Aban bermaksud mengusir hama, dan terakhir Tarian Punan Leto atau Tarian Bersama, yaitu seluruh penari menari bersama wisawatan yang ada di situ.

                Jika didengarkan, musik yang mengiringi tak jauh berbeda. Yang berbeda adalah tempo yang digunakan. Untuk tarian perang dan tarian yang gembira seperti Punan Leto akan bertempo cepat, sedang Tarian Sumpit bertempo lambat.
Yang paling menarik dari keseluruhan tarian adalah pada saat Tarian Sumpit. Dan kenapa menarik? Nah, ada baiknya teman juga berkunjung kesana untuk menyaksikan sendiri keindahan kesenian Suku Dayak.

Yah, di setiap tarian yang ditampilkan itu, wisatawan akan bertepuk tangan baik pada saat awal tarian, tengah tarian hingga akhir tarian pada bagian-bagian yang menarik. Setelah saya perhatikan, gerakan yang sama pada setiap tarian-tarian itu adalah hentakan pada kaki kanan yang terdengar bersamaan di lantai kayu tersebut.

Nah, untuk yang ingin berkunjung kesana... selamat berwisata di Kota Tepian, Samarinda. Dan jika berkesempatan, saya siap menjadi pemandunya, karena akan banyak tempat yang bisa didatangi di kota ini.

Sambil menikmati senja... saya pun pulang ke Balikpapan... hufff, capek tapi senang sekali...

Alhamdulillah...

Selanjutnya saya akan mengajak ke tempat-tempat wisata yang ada di Balikpapan. Tarraa...

Untuk kota Balikpapan, hmmm... saya juga sangat mau memandu, karena di kota inilah saya menetap.

Menggambarkan kota Balikpapan, bagaimana ya? Karena sangat banyak tempat wisata yang bisa dikunjungi, jadi bingung memulainya darimana. Tapi saya akan memberikan yang terdekat dan juga favorit saya. Baik wisata berupa tempat yang asyik untuk bersantai, maupun wisata kuliner-nya. Sisanya, untuk info menarik yang lebih lengkap & selalu ada yang baru mengenai kota ini, bisa berkunjung ke www.BalikpapanCitizen.com

                Balikpapan dikelilingi oleh laut, dan wisata utamanya adalah pantai. Ada yang terkelola dengan baik, ada juga yang berupa wisata musiman. Misalnya hanya ramai pada hari-hari tertentu seperti Hari Raya Idul Fitri atau hari libur lainnya.
Pantai yang pernah saya kunjungi adalah Pantai Melawai, Pantai Strand Banua Patra, Pantai Kumala dan Pantai Monumen. Letak pantai-pantai ini tidak berjauhan, dan dapat melakukan perjalanan untuk ketiga tempat itu dengan nomor angkot yang sama, berjalan kaki, atau bersepeda (saat ini telah ada jalur sepeda yang dikhususkan untuk pengendara sepeda). Jika naik angkot, maka bisa menggunakan nomor 3 (dengan warna biru muda) atau nomor 6 (dengan warna biru tua), dengan satu kali perjalanan biayanya sebesar Rp 2.500,-
Tapi saya suka berjalan kaki, selain itu juga karena sekalian mencari moment atau objek untuk kamera saya. Saya suka dengan moment sunset-nya. Di daerah Pantai Strand Banua Patra milik Pertamina, di sinilah surganya para photographer dan pemancing. Terdapat beberapa tempat yang sering menjadi rebutan para photographer  jika menjelang sunset, terutama di hari-hari libur. Ada yang sekedar untuk bersenang-senang, untuk pra-wedding, atau juga untuk koleksi seperti saya. Saat ini tidak semudah dulu saat masuk kesana. Karena pengelolaannya semakin diperketat. Tapi jangan khawatir, kita bisa masuk melalui Cafe Banua di dekatnya, selain itu cafe ini juga menghadap pantai yang lumayan indah dan sering dikunjungi oleh masyarakat.  Kebanyakan juga untuk mengambil gambar sunset-nya atau menikmati indahnya alam di sana.

                Semua pantai-pantai itu menghadirkan pesona yang hampir sama. Berhiaskan pasir putih dan kepiting kecil yang bersembunyi di baliknya. Tapi tidak semuanya dapat diambil gambar dengan komposisi yang sama. Intinya, semua punya kelebihan dan kekurangan jika ditinjau dari sudut pengambilan gambar. Lalu terdapat juga kegiatan berupa jet sky, banana boat, maupun speed boat. Layak untuk dicoba bagi yang menyukai tantangan di air laut.

                Selepas dari kedua pantai tersebut, kita bisa mencari makanan yang nikmat. Di Pantai Melawai, Pantai Kumala atau di Pantai Monumen, akan kita temui sajian makanan yang beragam dari beberapa daerah maupun pedagang kaki lima yang banyak berjejer di sisi jalan utama. Makanan yang disajikan cukup bervariasi, mau yang mewah atau murah, nyaman dan mengenyangkan. Selain itu dapat menyaksikan keindahan pemandangan pantai. Biasanya akan ramai menjelang sore hari atau pada hari-hari libur.

                Jika sudah menikmati sajian, kita bisa melanjutkan perjalanan ke arah kota. Di mana ada sebuah taman bernama Taman Bekapai dan di seberangnya banyak restoran maupun cafe menghadap pantai. Yang berada di seberang Taman Bekapai itu, dinamakan Ruko Bandar Klandasan. Sering dikunjungi pada malam hari dengan keindahan sorot lampu serta sinar yang terbias di air lautnya. Perjalanan ini searah dengan pantai-pantai tadi, jadi dapat menggunakan kendaraan yang sama. Nah, sementara saya akan memberikan sedikit info tentang Taman Bekapai.        

                   Taman ini terletak di Jalan Jenderal Sudirman, di depan kantor PLN. Tempat ini menjadi tempat yang padat dikunjungi masyarakat terutama pada hari-hari libur. Di tengah taman tersebut, terdapat sebuah patung atau monumen yang menggambarkan keluarnya semburan minyak dari perut bumi. Ya, Balikpapan terkenal dengan sebutan Oil City, karena banyak industri baik asing maupun lokal, di bidang perminyakan. Dari dalam patung yang terbuat dari Stainless Steel tersebut, tersembur air mancur yang pada malam hari juga didukung oleh pencahayaan yang sangat baik akan terlihat sangat indah. Tempat ini terbuka setiap hari untuk masyarakat. Umumnya sangat ramai di malam hari dan akan banyak kita temui para pedagang makanan yang menawarkan bermacam-macam rupa makanan yang menggiurkan lidah.

                Menuju ke seberang jalan yang telah saya sebutkan tadi. Dari sisi satu ke sisi lainnya, banyak kita temui ruko-ruko yang menawarkan aneka rupa bisnis. Mulai dari bank, klinik kesehatan, penjual pulsa, lain-lain serta tak tertinggal restoran dan cafe. Bagi yang mempunyai duit berlebih, di sinilah banyak sajian mewah yang bisa dinikmati. Dan tawaran-tawaran dengan harga terjangkau pun juga ada, aneka sajian sea food, makanan daerah, atau apa saja, semua bisa dipilih dalam satu tempat ini, dari ujung satu ke ujung lainnya. Dengan panorama yang sama, yaitu lampu-lampu, ditemani langit malam bertabur bintang, kemilau air laut yang memancar. Begitu indah dan nyaman untuk pasangan yang telah menikah. Karena menghadirkan suasana yang begitu romantis, ditemani hiasan taman yang menyejukkan.

                     Bagaimana? Menarik, kan?
                 Ayo! Berkunjung ke Kota Tepian Samarinda maupun Kota Minyak Balikpapan. Dijamin semua serba ada, dan masih sangat banyak tempat wisata lainnya. Semoga kelak saya dapat tuliskan tempat-tempat lainnya dengan nuansa yang berbeda. Keindahan dua kota ini adalah karena pesonanya yang berbeda. Samarinda dengan budaya kental Suku Dayak-nya, serta Balikpapan dengan keindahan alam yang terbentang dari setiap sisinya. Ciri khas yang dapat diperoleh di kedua tempat ini adalah aneka souvenirnya yang berbeda dari tempat-tempat lain, yang merupakan buatan khas Suku Dayak. Di Samarinda, kita bisa memperolehnya dari buatan asli Suku Dayak Kenya di Desa Pampang dan sekitarnya, dan sedikit berbeda dengan wilayah lainnya. Ini dikarenakan, buatan mereka lebih khas lagi dan lebih unik tentunya. Jika di Balikpapan dapat diperoleh di Pasar Inpress Kebun Sayur, yang menjual aneka perhiasan dari batu, khas Kota Martapura – Kalimantan Selatan. Tidak tertinggal batik Kalimantan, sarung Samarinda, pernak-pernik hiasan dari alam berupa tas, tikar, topi, baju adat, dan lain-lain.

Untuk makanan, kita bisa membawa oleh-oleh untuk orang-orang di rumah berupa ‘amplang’ yang terbuat dari ikan, dan rasanya renyah serta gurih. Jangan khawatir untuk jenis makanan oleh-oleh lainnya. Di Balikpapan adalah surganya wisata kuliner, karena hampir semua suku di Indonesia mendiami wilayah ini, jadi sangat beragam jenis restoran dan oleh-oleh yang bisa diberikan sebagai bukti untuk kunjungan.

                       Tak ada yang tak bisa dikenang, diceritakan atau dibawa pulang dari kedua kota ini. So, I ‘m waiting you...

 

Tulisan ini saya ikutkan untuk mengikuti lomba di sini.


Ahad, 8 Syawal 1430 H / 27 September 2009 M
23.22


19 comments:

Latansa I. D. E. said...

fotonya bagus-bagus

Likah - Syafa Azizah said...

terima kasih... ^^

Ivonie Zahra said...

Kapan bisa travelling lg ya aku? ^_^

Likah - Syafa Azizah said...

ayuuk aja mbak... mau deh nemenin, gratis kan? hehe...

yudi Azzam said...

subhanallah, bagus tulisannya. sebagaimana travel report biasanya ada informasi detail bagaimana sampai kita aksesnya. informasi bisa digali dgn 5W-1H.tapi untuk beberapa istilah dlm bhs dayak mungkin perlu diterjemah ke bhs Indonesia..hemm..karena diriku suka fhotografi nampaknya harus diagendakan nich kesana...syukron2.. :)

Likah - Syafa Azizah said...

jazakallah… lhoh, yang bahasa Dayak-nya udah ane terjemahin tuh, ayo baca lagi ampe tuntas… ya, moga-moga nti bisa barengan ama temen2 lain juga, rombongan gitu… lebih seru keknya, sekaligus cari referensi lebih banyak lagi...

khaleeda killuminati said...

huwaaaa....enaknya yang jalan2......koq gak ngajak2?

*ngambek*

Lia Octavia said...

wah akhirnya kesampaian juga ya, mbak, mengunjungi pemukiman suku dayak.. ^_^
kereeeen...! ^_6
makasih ya mbak udah ngantar aku keliling-keliling selama aku di sana... ^_^

Likah - Syafa Azizah said...

hehehehe... aduh dindaku... piye thoh, dirimu kan jauh...entar lain waktu yah... ^^

Likah - Syafa Azizah said...

alhamdulillah...
iya sama-sama mbak... btw, saya gak pede photonya dipajang di blognya sana, hehe...

frans aso said...

wow tulisannya bagus.. enak ngikutin ceritanya dan menarik... boleh share segala info tentang Pampang boleh kunjungi http://pampangsuniaso.wordpress.com ... en akan lebih mantap lihat langsung...

Likah - Syafa Azizah said...

owkeh... segera liat kesana...
eh, lupa... makasih ya... :)

Diansya Shofie said...

Salam kenal,Mba.
Keren tariannya yah..Lainnya juga :)
~Aan~ cewek lho...takut dikira bapak-bapak :D

Likah - Syafa Azizah said...

salam kenal kembali...
ya tariannya memang bagus-bagus, jika ingin kesana, saya bersedia mengantar... ^^
insyaAllah tulisan ini masih akan saya tambah untuk wisata di Balikpapan...

owkeh...^^

tintin syamsuddin said...

keren banget islamic centrenya di sungai mahakam..
totem2 itu masih ada dimanamana di bumi kalimantan..

Lomar Dasika said...

saya belum pernah ke Kalimantan Timur sebelumnya. apalagi Desa Pampang, menarik banget yah tari2anya itu. jadi pengen beli bulu-bulu dan tamengnya itu untuk cendera mata. hehe...oh yah, kenapa Samarinda disebut Kota Tepian?

Likah - Syafa Azizah said...

iya, indah dan luas sekali...terletak di tepi Sungai Mahakam...
pemandangannya sangat nyaman...

Likah - Syafa Azizah said...

ya, banyak souvenir yang bisa didapat di wilayah KALTIM, apalagi di Desa Pampang tersebut, souvenirnya mempunyai ciri khas yang tidak ada di tempat lain di KALTIM... mengapa disebut Kota Tepian? karena letak Kota Samarinda memang mengapit serta berada di tepi kanan dan kiri Sungai Mahakam. Sedangkan Balikpapan terletak di pesisir dan menghadap ke Selat Makassar...

Maztrie™ Utroq said...

Kami ucapkan terimakasih atas apresiasi anda terhadap wisata alam budaya nusantara..!
http://koranpagi2008.multiply.com/journal/item/183/