Tuesday 26 January 2010

bentuk berbagi...

Bukan karena hari ini masih di Samarinda untuk mengikuti MUSWIL FLP Kaltim, hingga semalam ini saya belum tertidur, melainkan ada yang belum sempat saya tuliskan di sebuah catatan hari dalam pelajaran kehidupan. Saya takut terlupa menulisnya, hingga akhirnya tidak dapat berbagi cerita dengan yang lain. Mungkin kisah ini tidak banyak berhikmah bagi siapapun, tapi sungguh cukup indah untuk saya kenang.

Sore itu sepulang kerja sebelum keberangkatan ke Samarinda untuk acara MUSWIL FLP Kaltim, saat sedang berada di depan rumah sambil memakan jeruk beberapa potong, datanglah seorang anak laki-laki kecil tetangga dekat berbaju koko warna coklat muda.
"Mbak, mau beli..."
"Oh iya, mo beli apa, dik?"
"Beli asam dan garam..."
"Siapa suruh...?"
"Disuruh ibu..." jawabnya sambil memberikan uang pas untuk barang yang dibeli.
"Ibu siapa...?" tanya saya masih mencandainya.
"Ya ibu..." jawabnya sambil tersenyum seperti biasa.
"Tunggu, ya..." jawab saya sambil masuk rumah mengambil kunci warung.
"Mau jeruk?" tanya saya setelah mengambil kunci dan ingat masih memegang jeruk yang masih tersisa banyak di tangan.
"Iya, makasih..."

Saya segera membuka warung dan mengambilkan barang yang dimaksud, tapi mata saya masih tetap berputar ke anak laki-laki tadi. Sambil memasukkan barang ke dalam tas plastik, saya mendengar dia bicara, "Kutaruh di saku dulu, ah. Untuk bapak dan ibu, pasti mereka senang..."

Subhanallah...
Saya sangat tahu, sebelum memasukkan jeruk itu ke dalam saku bajunya, ia ingin sekali memakannya. Ada rasa yang menyelinap di hati, entah itu apa... tapi... saya sangat terharu...

Duhai Rabbi...
Anak sekecil ini, sudah dapat memahami arti berbagi dan bagaimana cara membahagiakan orang tuanya meski hanya jeruk yang tadi saya berikan.
Anak sekecil ini tidak mendahulukan kepentingannya sendiri, namun orang lain terlebih dulu.
Anak sekecil ini begitu berbahagia bisa memberikan apa yang ia punyak meskipun di awal tadi saya sempat melihatnya untuk segera memakan jeruk tersebut.

Subhanallah...
Saya merasa bahagia dan sedih.

Bahagia atas dirinya yang telah dididik sedemikian rupa untuk dapat berbuat seperti itu, yang mungkin ia dapatkan dari kedua orang tuanya di rumah.

Sedih atas diri saya yang mungkin selama ini belum mampu menggabungkan beberapa hal seperti anak itu dalam satu kali perbuatan.
Sedih karena yang bisa saya berikan hanya itu, padahal saya ingin sekali mendapatkan banyak hikmah dan pahala dari sikapnya yang tulus itu.

Subhanallah...
Indahnya tatanan keluarga dan masyarakat, jika hal tersebut pun juga berlaku bagi semuanya. Generasi yang terlahir dalam cinta kasih orang tua, walaupun ayah ibunya bukan masyarakat yang religi dan menyejukkan bagi siapapun di sekitarnya.

Ya Allah, permudahkanlah jalannya menuju-Mu...
Semoga kelak ia menjadi insan yang mampu memberikan keindahan bagi sekitarnya dan tidak berubah dari sikap tulusnya itu...
Amiin Allahuma amiin...

-------------

Alhamdulillah...
tertidur juga dalam muhasabah di jam 3 pagi...

Ahad, 9 Shafar 1430 H / 24 Januari 2010 M
01.17 WITA
By. Syafalikah Azizah


5 comments:

Shine Fikri said...

yupz, itulah pentingnya muhasabah...
kita lebih mudah mengeluh,,,padahal ada yg lebih berhak mengeluh... tfs

Likah - Syafa Azizah said...

betul... betul...
waiyaki, ukhti... ^^

linda mayarni said...

subhanallah,
makasi dah berbagi cerita mb,ibroh-a ok bgt,
mudah2-an bisa lebih birrul walidain

Likah - Syafa Azizah said...

sama-sama, semoga dapat bermanfaat untuk semuanya... dan juga saya tentunya... ^^
semangat untuk terus belajar pada sekolah kehidupan...

ifah bundaAsein said...

subhanalloh.. .. kisah yg menginspirasi untuk selalu mengevaluasi diri, berbagi, dan berbakti
salam kenal mba :)