Monday, 24 March 2008

surat untuk ayah Fatchul Moebin...


12 Rabiul Awal 1429 H /

20 Maret 2008 M

 

Untuk ayah yang kucintai...

 

Ya ayah yang kucintai...

Aku tahu ayah takkan mungkin membaca surat rindu ini, karena ayah telah dipanggil-Nya 10 tahun yang lalu.

 

Ayah...

Belum sempat kuucap terima kasih atas segala cinta, kasih sayang dan semua perihal yang engkau berikan. Bermain di antara rimbunan bambu-bambu di belakang rumah, adalah hal yang selalu kurindukan. Lantas memanen sayuran-sayuran segar itu untuk dijual pada orang yang datang ke rumah. Kita mengikat aneka sayuran itu dan setelahnya berkumpul bersama untuk mendengarkan nasihat ayah sembari makan mie yang dicampur sawi hasil sawah kita.

Meski tiap hari memakannya, tiada bosan terasa.

 

Ayah yang kurindukan...

Ayah selalu menggendongku di saat sakit, memelukku di saat demam dan menidurkanku setiap aku begitu merasa sakit. Ayah membelikan susu yang tak bisa kuminum karena aku tak bisa dan selalu merasa mual, kecuali susu asli yang selalu ayah beli sendiri dan dimasak sendiri. Ayah sabar sekali menjagaku di tengah malam. Ayah pun berjanji akan memberikan aku hadiah jika aku sembuh dan mendapatkan peringkat lagi di kelas.

Bersama ibu memijitku yang terasa ringkih saat itu, menyanyikan tembang Jawa sebagai pengantar tidur.

 

Ayah...

Belum pernah kulihat mata ayah berkaca-kaca seperti itu, entah mengapa aku ikut menangis saat menjenguk ayah di rumah sakit sore itu sepulang les dari sekolah. Aku begitu merasa, ayah tak seperti biasanya, meski telah lama ayah merasakan sakit itu, namun kali ini terasa lain. Ayah memintaku agar mengipasi badan ayah yang terasa gerah dan entah mengapa aku pun tinggal dalam waktu yang lama di rumah sakit.

Aku ingin berteriak agar ayah jangan pergi tinggalkanku, tapi lidahku terkunci dan hanya air mataku yang berderai tak terhenti.

Bahkan mereka tak mengajakku ke rumah sakit di malam harinya saat ayah pergi, meski mereka tahu akulah yang ayah rindu saat itu. Dan alasan ayah pulang ke Nganjuk dari rumah sakit Dr. Soetomo, Surabaya, hanya untuk dekat dengan ibu dan aku.

Tepat jam satu dinihari aku terjaga, dan kabar itu menghampiriku.

Aku masih tak mempercayai cerita mereka, sampai akhirnya pada waktu adzan Subuh selesai berkumandang, ambulans rumah sakit itu datang mengantar jasad ayah.

 

Ya ayahku...

Alangkah aku rindu pada semuanya. Tidak dapat aku rasakan kehidupan sekarang seperti dulu saat bersama dengan ayah dan ibu, meski aku telah menemukan orang tua sebenar. Saat kita bermain layang-layang dan membuat layang-layang terbesar dan tercantik di desa ketika itu.

Ayah semalaman mengerjakan tugas prakaryaku untuk lampion. Dan kini tak mungkin aku akan bisa bermain-main lagi, karena aku sudah bukan anak kecil lagi. Dan sebentar lagi adalah miladku di bulan April.

Sungguh aku ingin ayah melihatku tumbuh dewasa.

Dan saat ini belum kutemukan yang seperti ayah.

 

Duhai ayah...

Semoga ayah dan ibu bahagia selalu di sisi-Nya.

Kita pernah berbicara tentang masa depan, dan aku ingin kuliah nantinya, lantas akan terus tinggal bersama dan akan kurawat ayah dan ibu sepuasku.

Tapi ayah, impian kuliah itu belum dapat kuwujudkan sampai kini, karena hasil kerjaku hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari.

Tapi aku tak kecewa pada keadaan yang ada kini, karena ayah selalu memberi pelajaran agar aku selalu bersyukur dengan apa yang ada, meskipun sebenarnya di waktu dulu ayah bisa membeli semua.

Ayah mengajakku bijak dalam memilih dan memberikan teladan sederhana sepanjang perjalanan yang kita tempuh selama kurang lebih lima belas tahun sejak aku berusia dua tahun.

 

Wahai ayah...

Tak bisa banyak kuungkapkan rasa hati selama ini. Karena semakin mengingat ayah dan ibu, air mataku tak berhenti mengalirkan air cinta dan kerinduan yang dalam. Kapan lagi kutemui yang seperti ini...

Dan sayup-sayup masih terdengar sebuah nasyid...

Ayah terima kasih

Nanda haturkan kepadamu

Yang telah mendidik dan membesarkanku

Bersama ibu

Ayah engkaulah guruku

Yang terbaik di sepanjang usiaku

Yang telah membimbing masa kecilku

Meniti jalan Tuhan-ku

Allah semoga Kau berkenan

Membalas segala kebaikannya

Menerimanya dan meridloinya

Di hadirat-Mu...

 

Ya ayah yang kucintai...

Demikianlah sekuntum rindu yang selalu terangkum di hati.

Semoga semua yang kutuliskan mampu mengobati rinduku selama ini.

Dan salam terindah untuk ayah dan ibu...

 

Dari,


Ananda

No comments: