Friday, 4 April 2008

tentang memahami...

12.38 WITA - Senin, 24 Syawal 1428 H / November 2007 M

Dalam sebuah diskusi dengan seorang teman, tentang murid-murid privat kami yang hampir setiap hari bertemu – ternyata ada bagian-bagian yang sedikit terlupakan oleh saya tentang arti ‘memahami.’

Saat itu ada dua murid dan mereka adalah satu teman di kelas, di sebuah sekolah dasar di kota kami. Mereka bertanya hampir semua pertanyaan untuk tugas-tugas yang saya berikan. Entah waktu itu bagaimana... karena saya juga harus membagi waktu dengan murid yang lainnya atau karena sudah agak kecewa dengan pertanyaan-pertanyaan mereka yang semestinya mereka bisa mencari jawabannya di buku paket yang mereka miliki.
Saya sedikit marah waktu itu, namun tidak sampai membuat mereka ngambek oleh emosi saya, karena bagaimanapun saya mencoba menahan hal tersebut meski memang terlihat sukar untuk dilakukan.

Sepulangnya murid-murid kami, saya mengajak berdiskusi teman saya, hingga akhirnya saya mengetahui keadaan sebenarnya tentang mereka...

Salah satu murid tadi, rupanya mempunyai riwayat pendidikan di sekolahnya dengan ‘dibantu’ orang tua dan gurunya untuk bisa naik kelas. Di saat seharusnya belum paham pelajaran dan masih harus duduk di bangku kelas 2 (dua) sekolah dasar, ia dinaikkan. Begitu pula saat kelas 3 (tiga) ia masih juga belum paham pelajaran, kembali dinaikkan di kelas 4 (empat) – dimana adalah kelasnya sekarang di sekolah. Kemudian di rumahnya, saat ia tidak mendapatkan nilai yang bagus – ia sering dimarahi orang tuanya dan dipukuli kepalanya. Dan dia memang terlihat agak pendiam. Saya merasa bersalah dan ingin berbicara dengannya di lain waktu. Saya tidak bisa tidur karena sikap saya dan sikap murid tadi, alhamdulillah di lain hari pertemuan kami – kami sudah akrab kembali dan bisa saling merespon.

Saya menjadi sangat bersyukur, saat dulu ayah (angkat) saya tak pernah sampai demikian sikapnya jika kami anak-anaknya mendapatkan nilai yang buruk. Alhamdulillah, nilai-nilai saya selalu meraih peringkat di kelas. Dan yang saya sesalkan adalah pola orang tua-orang tua sekarang yang ingin anak-anaknya cepat pandai, tanpa mereka susah payah lagi. Bagi mereka belajar adalah di sekolah, sedangkan mereka hanya bertugas mendidik saja di rumah. Keinginan para orang tua ini sungguh membuat saya sedih sekali, mengapa mereka tidak memberikan kesempatan anak-anaknya untuk belajar memahami. Yang penting mereka hanya belajar saja, ditambah saat ini di sekolah, anak-anak dikejar kurikulum yang entah mereka pahami atau tidak.

Pelajaran yang dulu saat saya masih sekolah di SMP, sekarang sudah diberikan di SD. Demikian pula pelajaran yang dulunya saya rasakan di SMK, sekarang sudah diajarkan di SMP.

Saya sangat bangga dan bahagia dengan ayah ibu (angkat) saya yang seorang guru, mereka benar-benar mendidik generasi-generasinya agar memahami dengan mudah apa yang mereka ajarkan, bukan karena mengejar gaji yang tinggi atau asal saja memberikan pelajaran (yang penting disampaikan saja...). Masalah murid mengerti atau tidak, itu urusan murid-murid sendiri...

Mengapa peran guru dan pendidik menjadi banyak berubah?
Memang tidak kesemuanya demikian, namun dalam garis besar – banyak sekali yang demikian.

Saat saya masih duduk di bangku SMK pun, hal demikian saya rasakan cukup menyedihkan hati. Bukankah orang tua kami membayar uang sekolah dengan pengeluaran yang tidak sedikit, sedangkan guru sangat jarang datang ke kelas, hanya memberi tugas ‘kerjakan dan selesaikan!’ tidak diberi penjelasan apa-apa – sehingga nilai-nilai kami saat itu sungguh-sungguh memprihatinkan bagi kami dan kelas lainnya. Ditambah banyaknya siswa tidak mampu, yang mungkin saja tidak mempunyai buku-buku pelajaran paket yang harganya cukup tinggi. Jika buku-buku Lembar Kerja Siswa (LKS), memang diharuskan membeli oleh sekolah biarpun kami tak punya uang untuk membelinya – jika tidak terkadang ada ancaman nilai-nilai kami akan rendah. Jadi saat ini kita tidak bisa menyalahkan anak-anak, karena nilai-nilai di raport tidak semuanya murni.
Saya dulu paling sering dimusuhi teman-teman karena tidak mau memberi jawaban saat ujian atau tidak mengikuti jejak mereka untuk menyontek. Malah jika nilai saya jelek, mereka malah menyalahkan saya karena tidak mau menyontek, walah...!

Dari sejak SD dulu, saya tidak mau memberikan jawaban untuk teman, tetapi jika saya diminta untuk memberikan cara penyelesaiannya atau menunjukkan buku untuk dibaca, saya baru mau...
Kalau kita langsung memberikan jawaban kepada mereka, bukankah malah membudayakan menyontek dan membuat mereka tidak mau berpikir atau tidak mencoba menyelesaikannya melalui petunjuk yang sudah ada? Lagian, nilai murni sungguh-sungguh merupakan nilai yang tidak bisa digambarkan kebahagiaannya...

Kemana perginya guru-guru kami?

Berbeda sekali dengan yang saya rasakan saat masih duduk di bangku SMP di kota kelahiran saya. Saya adalah siswa yang suka memprovokasi untuk mendatangkan guru ke kelas bersama beberapa teman atau memanggil guru yang seharusnya mengajar pada jam tersebut di ruang guru (walaupun banyak teman-teman yang protes pada saya dan saya tak banyak mendapatkan teman karena ini, hehe...).
Namun bedanya – di SMP dulu, banyak guru yang rajin datang mengajar dan memudahkan kami untuk menerima pelajaran, sehingga kami selalu dekat dengan mereka. Dan sedikit jumlah mereka yang suka ‘membolos’ mengajar...
Yang kami sukai adalah mereka rajin mengulang pelajaran, jika banyak di antara kami yang tidak memahami. Dan mereka selalu tersenyum... subhanallah, rasanya saya ingin mengulang kembali masa-masa tersebut.

Lantas saya juga pernah mendengar berita tentang mahasiswa-mahasiswa di Jepang, yang suka berdemo (bukan demo untuk menurunkan pemimpin atau demo masak, lho...) tapi mereka berdemo untuk protes kepada dosen-dosen mereka akibat tidak diberikan kuliah.
Sedangkan di tempat kita, jika tidak ada dosen atau guru di kelas – lebih memilih untuk bersorak-sorai... sesuatu yang sungguh mungkin membuat kita sedih dan miris (atau malah ikut senang...?).

Untuk bapak dan ibu guruku di manapun berada...
Marilah mendidik dengan pemahaman, bukan karena mengejar kurikulum atau harta memenuhi kantong kita. Betapa penting artinya bagi murid untuk bisa memahami... bukankah jika posisi kita seperti mereka, mungkin kita akan merasakan hal-hal yang sama. Allah SWT. sudah memberikan janji-Nya kepada kita, jadi tak usah pedulikan hal lain yang menghalangi ibadah kita kepada-Nya...
Tak boleh pula merasa malas, hanya karena mungkin murid-murid membuat kita merasa il-feel – sebab bisa jadi kitalah yang membuat mereka bersikap demikian...

Untuk ayah dan ibu...
Marilah memberikan yang terbaik untuk putra-putri, jangan biarkan pemukulan terjadi dalam keluarga kita. Bagaimanapun mereka sudah belajar dengan sebaik mungkin, cobalah pahami pelajaran-pelajaran sekarang ini yang ada di sekolah mereka. Kita bisa membantu mereka untuk belajar di rumah, tapi dengan kesabaran yang tiada batas – jangan sampai mereka malah jauh dengan orang tuanya hanya karena perkara kecil. Sedikit saja mereka dimarahi, mereka akan merasakan bahwa orang tuanya tidak mencintainya...
Biarkan saja, jika mereka memang masih tinggal kelas, tak perlu gengsi atau terlalu memaksanya – karena itu yang terbaik untuk mereka agar memahami dunia pembelajaran mereka sendiri. Dengan membantu mereka penuh kesabaran, nikmatnya sangat luar biasa dan tidak bisa tergambarkan oleh hati. InsyaAllah, mereka akan setahap demi setahap memahaminya... tak perlu dipaksa untuk menjadi juara kelas, asalkan mereka sudah ada peningkatan walaupun sedikit, sudah merupakan ‘selangkah lebih maju.’ Sama ketika dulu kita belajar sewaktu masih saat sekolah, pasti merasakan pula apa yang mereka rasakan (meski memang sedikit berbeda).
Bukankah lebih baik sedikit dan bisa memahami daripada dipaksa sedemikian banyak tapi tak memahami sama sekali, kasihan mereka jika nantinya malah tidak mengerti apa-apa. Dan akibatnya malah jauh ketinggalan dari teman-temannya yang lain dalam pelajaran, karena ketidakpahaman.
(saya rasa – banyak sekali buku-buku islami atau informasi tentang motivasi, memahami, dan parenting yang bisa kita baca untuk menambah wawasan. InsyaAllah menjadikan kita semua lebih mudah lagi memahami. Tidak hanya dengan anak-anak saja, tapi juga dengan remaja dan orang dewasa lainnya).

Salam terindah saya untuk murid-murid dimanapun...
(saya juga murid, lho... di sekolah kehidupan)
Ayo belajar dengan giat dan tiada kemalasan. Semua tidak diraih dengan cara instant. Perhatikanlah saat orang tua dan guru mendidik kita, sehingga tidak ada yang terlewatkan apa yang dijelaskan oleh mereka... rajin-rajinlah membaca dan menulis. Kalau suka fotocopy apa saja catatan dari teman, yang kita yang terlewat mencatatnya – tentu tak akan mudah mempelajarinya.
Karena dengan aktivitas menulis, kita bisa langsung membaca dan mengingatnya dengan mudah.
Saya yakin semua pasti bisa...

Ganbatte kudasai !!


*lagi-lagi postingan lama di blog lain... ^_^

No comments: