Liburan panjang kelas satu SMP sudah usai. Saatnya belajar lagi dan masa ini aku sudah kelas dua SMP. Kelas yang akan menjadi seru dengan berbagai kisah tidak terlupakan sepanjang masa. Halah..!
Itu sih kata guruku. Jadi kalau ditinjau dari dunia pendidikan, kelas satu berisi murid-murid dari kelompok bermain. Kelasnya hura-hura. Lalu kelas dua itu sudah agak jinak karena sudah saling mengenal teman-teman dan juga guru. Sedang kelas tiga itu adalah kelas tegangan listrik voltase tinggi. Karena kelas tiga harus belajar sungguh-sungguh untuk lulus ujian akhir. Itulah gambaran guruku tentang berbagai kelas. Benar-benar masuk akal juga menurutku.
Kali ini wali kelasku bernama Pak Murijanto. Kau baca saja huruf “J”-nya menjadi huruf “Y.” Beliau juga guru geografi. Maka jika kau tanyakan peta apa saja yang belum kau ketahui. Tanyakanlah pada beliau ini. Akan dijawab tuntas hingga ke bagian-bagian kecil suatu wilayah. Pelajaran ini adalah pelajaran yang mengasyikkan. Penuh petualangan berkeliling ke seluruh penjuru dunia, mengenal aneka budaya dan juga tempat-tempat wisata. Benar-benar dunia dalam genggaman jika kau ibaratkan.
Kelasku kali ini terdiri dari kelompok anak-anak menyedihkan. Ada yang anak laki-lakinya suka bolos, bahkan hingga terlibat tawuran dan dikeluarkan dari sekolah. Tapi tidak semua juga seperti itu, masih ada sedikit jenis insan yang baik. Salah satunya aku, hehe...
Ada juga teman-teman yang dari kelas satu masih juga turut serta di kelas ini. Sekitar dua tiga wajah. Jabatanku masih tetap, menjadi sekretaris. Benar-benar jabatan abadi sepanjang masa. Sudah lama juga aku menjabatnya, dari kelas tiga SD.
Seperti lazimnya kelasku dari SD, maka murid laki-laki di dua baris bangku kebelakang begitu juga murid perempuan. Sejak kapan berlaku hukum itu, aku tidak tahu. Tapi kali ini kelas diselang-seling. Satu bangku ke belakang murid laki-laki, dilanjutkan bangku berikutnya ke belakang murid perempuan. Jadi kalau dituliskan murid laki-laki, perempuan, murid laki-laki lagi dan perempuan. Itu berlaku jika ada guru matematika saja. Jika pelajaran lain, maka dengan segera murid-murid berpindah tempat. Tersenyum indah seperti putra dan putri raja.
Dan saat pelajaran lain usai, terkadang kami tak berpindah tempat begitu guru matematika masuk. Tetapi tetap di tempat masing-masing. Maka begitu terlihat formasi kelas seperti itu, lantas dengan segera terucap kalimat, “Ayo bergeser...! pindah tempat kalian, biar pelajaran tak membosankan.”
Kami pun menuruti perintah dengan rasa setia. Bahkan tampak cekikak-cekikik teman-teman kadang kudengar seperti seringai srigala.
Mula-mula aku selalu marah dengan anak laki-laki di sebelahku. Kubenamkan muka tanda tak suka pada mereka. Dua murid yang sama. Sama-sama berbadan pendek dan suka tertawa. Yang satu bernama Ayik Tri Pamungkas. Pengawal setia dari teman sebangkunya dan juga temanku sekelas dari kelas satu. Sedang murid satunya yang tak lain teman sebangkunya itu bernama Achmad Rifa’i. Kali ini baru bertemu di kelas ini, dan ia bercerita kalau ia punya kakak juga bernama Sulastri. Tetapi merekalah nanti yang justru akrab denganku. Benci anak laki-laki mulai berangsur-angsur memuai di kelas ini. Banyak dari mereka yang terlihat nakal, tetapi lembut hati.
Aduh...! Jangan dipuji. Nanti mereka tergelak seperti kawah Candradimuka.
Aku juga sudah mulai mengenal banyak guru dan akrab dengan mereka. Kecuali guru ekonomi. Ia mengajar seperti tak layak untuk didengar. Berbicara sendiri, membahas persoalan sendiri. Tak pernah mengajak kami berbicara. Sehingga dengan sukses teman-teman ribut berbisik-bisik tentang gosip terbaru, saling tertawa dengan teman satu bangku dan juga ada yang mengunyah permen tanda matanya sudah tinggal lima watt. Dan meski kelas sudah seperti itu, guruku ini tetap saja terus berbicara tak ada jeda. Dan suaranya yang pelan itu, susah untuk didengar oleh murid di belakang kelas.
Sedang aku asyik menggambar. Kadang juga menjawab soal-soal di buku LKS. Ada kuis lagi di buku LKS itu seperti majalah Andika-ku dulu. Aku pun juga menoreh nama di buku LKS itu. Kelasku dan kelas lain pun ribut bukan main. Setiap bertemu, menunjuk namaku di LKS itu. Sayang hadiah dari LKS itu tidak pernah dikirimkan padaku. Mungkin pembuat kuisnya terlupa.
Aku juga akrab dengan pelajaran Biologi. Guruku yang perempuan ini suka memanggilku jika di kelas. Lebih suka bertanya padaku daripada teman lain di kelas. Mungkin karena sejak kelas satu dulu ia mengajar kelasku dan sudah mengenalku. Entahlah, kawan...
Lalu guru Bahasa Inggrisku bernama Ibu Sulastri. Nama seperti kakak perempuanku. Dengan guru ini, kau akan diberi pertanyaan bertubi-tubi. Tetapi satu kelas tak ada yang mengacungkan jari, maka hanya aku saja yang mengangkat tangan dan selalu dapat kujawab tuntas. Nilaiku tinggi di bidang ini.
Guruku yang lain akrab denganku karena aku ikut kelas seni di sekolahku. Guru-guru itu menghargai murid yang memahami seni. Karena akan banyak lagu-lagu lawas yang akan kau nyanyikan untuk perpisahan sekolah atau juga saat ada acara di sekolah, hingga lomba di luar sekolah. Di kelas ini kegiatanku bertambah banyak. Ikut pramuka masih kujalani, lalu menjadi pemandu sorak juga kulakoni, menyanyi dan juga menari.
Maka kelas kerap kumintai ijin saat aku sedang latihan di kelas-kelas itu. Aku terpaksa memfotokopi catatan dari guru jika tidak dapat ikut.
Tapi tahukah, kawan?
Justru nilai raportku di catur wulan pertama ini adalah juara satu di kelas. Aih...! Senangnya hatiku. Aku melajukan sepedaku dengan cepat dan dengan tak sabar segera memberitahu isi raportku pada ayah yang sedang menungguku di halaman depan. Duduk di kursi semen yang dulu kududuki saat menelan koin. Lalu kususul ibu di dapur. Duhai, baru kali ini rangkingku bisa nemplok di peringkat satu.
Lalu disusul teman perempuanku bernama Meiningsih dan yang ketiganya Achmad Rifa’i tadi. Benar-benar kali ini harus bersaing dengan mereka berdua, karena mereka lebih pandai hitung-hitungan matematika dan fisika daripada aku. Bahkan mereka pernah mewakili lomba cerdas cermat bersama murid-murid kelas lain dan juga les tambahan untuk pelajaran-pelajaran penting itu. Justru aku sangat iri dalam hal ini. Seolah-olah MEMACUKU LEBIH KERAS LAGI UNTUK BELAJAR. Karena pelajaran-pelajaran itu penting untuk nilai-nilai ujian akhir kelak. Kecuali satu yang tidak kucemburui dari mereka. Mereka sedikit menguasai bahasa Inggris.
(to be continued... next : Sejarah dan Geografi itu menyenangkan, kawan...)
1 comment:
http://muslima10.multiply.com/journal/item/131
pembaca klik ini juga yah...
Post a Comment