Friday 24 February 2012

(4) Ini tentang my lovely daughter… Zahrah…

Bismillah...

Sebenarnya aku sudah merasa benar-benar mempraktekkan apa yang bisa kulakukan seperti latihan melahirkan. Tapi tiba-tiba bidan membentak, katanya posisi badanku tidak sesuai. MasyaAllah. Aku hanya bisa meringis, sementara suamiku sesudah selesai mengisi data-data dan segera berusaha menenangkanku. Ketika ia akan keluar, aku meminta ijin pada bidan agar ia tetap di ruang bersalin ini untuk menguatkanku. Dan tentu saja hal itu diperbolehkan .

Aku tidak menjerit atau menangis, tapi bidan tetap memintaku agar tidak berteriak, kalau menangis boleh. Namun aku tetap tidak melakukan kedua-duanya, terus-menerus beristighfar dan ketika sudah sangat sakit, aku bilang ke suami kalau sudah tak kuat. Namun, ia terus memintaku untuk bersabar dan bukankah aku juga sudah berusaha sebaik mungkin? Aku pasti bisa, seperti aku sering pula mengajak si kecil di dalam perut untuk sama-sama berusaha ketika melahirkannya nanti .

Ketika sudah merasa ingin segera mengejan, aku pun meminta pada bidan untuk melakukannya, karena tidak bisa menahan lagi. Akhirnya aku pun mengejan, dibantu bidan untuk melakukan pernapasan ini dan itu seperti latihanku. Syukurlah, tak lama kemudian, sang bayi keluar juga tepat di tanggal 12 April 2011, pukul 01.20 WITA. Suamiku menciumku berkali-kali dan dia terus mengelus-elus keningku, sambil berkata bahwa anak kami perempuan. Ya, bayi perempuan. Syukurlah, bagi kami perempuan atau laki-laki insyaAllah semuanya amanah, dan inilah hadiah dari Allah kepada kami yang ingin kejutan dengan tidak melihat hasil USG setiap periksa tentang jenis kelaminnya. Alhamdulillah.

Suami terus bercerita si kecil sedang ditangani bidan yang ini untuk membantu pernapasannya karena belum menangis, jadi harus dibuat menangis dulu. Dan suaranya begitu membuat bahagia sekali. Walaupun bidan yang lain sedang konsentrasi menjahit dan melakukan ini itu padaku, aku berusaha untuk bersabar dan kooperatif. Padahal terasa sekali tadi ketika disayat saat mengejan, masyaAllah. Suami terus saja bercerita untuk menenangkanku.

Akhirnya, si kecil sudah selesai ditangani dan juga aku. Si kecil ditaruh di sebuah tempat tidur anak, lalu bidan meminta suamiku menggendongnya dan mendekatkan padaku. Lalu aku diminta untuk memberikannya ASI dan selalu memberikan kenyamanan untuknya. Aku tidak dipindah kamar, masih di ruang bersalin. Aku berusaha sebaik mungkin walau ASI belum bisa keluar banyak, aku tetap berusaha agar si kecil mendapatkan kolostrum dan bertekad tidak memberikannya susu formula sejak awal. Wajahnya cantik sekali. Suamiku tersenyum menungguiku di ruangan itu hingga pagi ketika mentari mulai menyapa. Lalu dipindah kamar sesuai permintaan ruang yang kami inginkan. Hari itu belum ada yang melahirkan lagi, jadi kamar itu cukup luas untuk kami. Mata terasa sangat mengantuk. Ingin tidur, tapi tak bisa. Aku diminta berjalan-jalan di luar membawa si kecil. MasyaAllah, sakitnya masih luar biasa sekali.

Aku hanya sebentar saja keluar sambil menunggu suami mengambil sesuatu untuk mengurus surat-surat kami, termasuk JAMKESDA milikku yang bisa meringankan biaya bersalin. Itupun bidan yang memberi tahu kalau JAMKESDA berlaku di sana, jadi disarankan untuk mengurus saja, karena lumayan bisa mengurangi biaya lima ratus ribu untuk melahirkan normal. Akhirnya suami mencari kartu JAMKESDA tersebut di rumah, kemudian mengurus ke RT dan juga Puskesmas. Sebenarnya suami tidak mempermasalahkan biaya, namun karena bidan terus saja menyarankan, akhirnya kami nurut saja. Alhamdulillah, Allah memudahkan langkah-langkah kami, aku begitu terharu dan tak bisa berkata apa-apa.

Setelah itu aku menelepon mama’ bahwa sudah melahirkan. Tentu saja ia kaget, karena kemarin sore baru dari rumah. Kubilang tidak apa-apa tidak ditungguin ketika melahirkan, kami tidak ingin merepotkan. Begitupun suami ketika sudah datang, ia menelepon orang tuanya dan keluarganya. Alhamdulillah, semuanya begitu bahagia sekali .

Satu-persatu keluarga datang dan berebut menggendong si kecil. Wah, suasana kamar jadi begitu ramai. Aku hanya tersenyum, karena bingung dengan sakit yang luar biasa ini, masih sulit dibuat untuk bergerak kesana kemari. Ke kamar mandi saja aku menahan diri, tapi bidan memintaku segera ke kamar mandi biar lebih nyaman kalau sudah BAK dan BAB. Yah, begitulah rasanya. Sakit dan bahagia jadi satu, campur aduk dah, gado-gado .

Tak lama juga banyak teman-teman datang ke rumah bersalin itu, bercerita ini itu, ada yang membawakan kado juga, ada yang memberikan buah-buahan dan oleh-oleh lainnya untukku dan si kecil . Padahal ditengok saja kami sudah senang, Alhamdulillah.

Termasuk teman yang bertemu tadi malam di Mall BC, dia tertawa, tidak menyangka bahwa tadi malam pertemuan denganku semasa hamil tua. Eh, beberapa jam kemudian dari pertemuan itu aku sudah melahirkan, syukurnya tidak melahirkan di angkot ketika pulang dari Mall BC, katanya. Aku hanya cengar-cengir, hehehe… 

(to be continued)

No comments: