Wednesday 5 December 2012

[curhat] - Galaksi dan Cameron...


Bismillah…


Dua nama di atas adalah saya ambil dari dua judul buku, yaitu Galaksi Kinanthi dan Dua wajah Cameron. Tak ada yang istimewa, namun bukan berarti buku-buku itu tidak istimewa. Saya sangat salut dengan bahasa yang mudah dicerna itu. Two thumbs untuk kedua buku tersebut.

Jadi… mengapa mengambil judul dari dua buku itu…?
Tidak lain dan tidak bukan, dari isi ceritanya itu yang sedang begitu mengusik saya, gelisah, menangis, ketakutan menjadi satu. Seolah-olah mimpi buruk, telah datang kembali pada saya. Saya bahkan berusaha menyelesaikan bacaan hingga selesai, sambil sesekali menyeka air mata. Meski memang mungkin tak sanggup, tapi saya berusaha mencari ending yang tepat dengan gambaran saya sendiri. 

Bahagiakah? Atau sebaliknya?
Maka saya terus saja berusaha menyelesaikan untuk membacanya.
Baiklah, mungkin Anda sedang bingung…
Tidak… tidak… saya tidak bermaksud begitu. 
Likah... bukankah itu hanya berupa fiksi saja?
Mengapa begitu mengusik jiwa dan ragamu?
Begitu mungkin pertanyaan Anda kepada saya sekarang ini?

Baiklah, akan saya ceritakan dulu hal lain sebelum kembali pada dua judul buku tadi.
Sejatinya... saya sudah menyelesaikan tulisan sebuah cerita, oh tidak...
Tepatnya saya berikan imbuhan, “sebuah kisah kehidupan,” setelah judulnya.
Sudah saya jilid berupa buku, dan tinggal mengirimkannya ke penerbit, itupun jika laku. Tapi kata teman-teman saya, sebaiknya disegerakan.

Di satu sisi, saya begitu semangat menyelesaikannya, karena niat awalnya adalah berbagi. Namun setelah saya membaca Dua Wajah Cameron (sudah agak lama waktunya, saya sudah terlupa) dan Galaksi Kinanthi(beberapa hari ini dan belum selesai), tiba-tiba saya jadi gemetaran di tengah-tengah tulisan saya sendiri.
Ya... itu karena dua kisah pada dua buku itu, hampir mirip dengan kenyataan yang saya alami, meski tidak membuat saya sampai gila atau keadaannya separah itu cerita pada dua buku itu. Tidak. Sekali lagi tidak. 

Mungkin hanya pernah mengalami frustasi dan kesedihan yang amat sangat, membuat saya suka menangis diam-diam dalam pojokan kamar, bahkan banyak hal yang membuat saya lebih banyak diam hingga sekarang. Sudah lama, saya akan sulit menemukan teman yang mudah untuk diajak berbincang. Menemukannya pun satu dua saja yang terlampau dekat, pada yang lain seperti sulit bagi saya untuk mempercayai. Tentu bukan berarti tidak mempercayai kebaikan dan hal lainnya, namun entahlah. Saya selalu begitu. Mungkin akibat itu, saya lebih banyak dijauhi daripada didekati. Meski sebenarnya saya tidak terlalu memilih-milih teman. Kecuali hal tadi.

Saya bahkan juga pernah terisak di depan teman psikolog. Menumpahkannya memang sedikit lega, meski hari-hari ke depan, masih saja ada aktivitas yang sama. Saat itu saya tak peduli. Saya hanya ingin bercerita.

Ya, tepatnya kini... banyak teman yang memberi dukungan pada saya untuk tetap berdiri sampai saat ini. Banyak yang memberikan kesempatan kepada saya untuk terus berkarya, daripada menengok pada masa lalu. Tapi, tentu semua ingatan buruk itu tidak bisa terhapuskan begitu saja dari pikiran.

Karena itu, saya mencoba berbagi dengan kisah itu. Ingin memberikan semangat dan harapan, bagi siapapun. Bahwa ujian hidup yang mungkin terasa berat ini, sesungguhnya adalah ujian untuk iman yang sedang disematkan di hati. Meski siapa saya, atau terlepas dari siapa Anda?

Para petinggi, profesor atau hanya pembantu rumah tangga sekalipun, semua adalah sama di mata Allah. Tidak akan ditanya lulusan apa, bukan?
Namun, bukan berarti saya akan mengetengahkan itu? Bukan...
Bahwa itu adalah hak Allah dalam memberikan keputusan kelak kepada insan.

Saat ini...
Apa yang ada itu, hanya untuk berbagi...
Semoga saya bisa segera pulih dari ketakutan sendiri tentang hal-hal yang telah lalu dan juga bangkit untuk bersemangat lagi dalam berbagi.
Maka, apa yang ada di fiksi... terkadang secara tidak langsung, itu jugalah yang menjadi kenyataan pada yang lain. Meski ada beberapa perbedaan.
Semoga Allah memudahkan langkah ke depan...

*episode lama itu...

No comments: