Sunday 26 February 2012

(Part 2, Selesai) Tuntunan adab walimah…

Sekalipun sedang berpuasa...

Orang yang sedang berpuasa pun hendaknya memenuhi undangan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bila salah seorang dari kalian diundang untuk menghadiri jamuan makan, hendaklah ia memenuhi undangan tersebut. Jika tidak sedang berpuasa hendaklah ia ikut makan; dan jika sedang berpuasa hendaklah ia ikut mendo’akan.”

Boleh memutus puasa

Orang yang diundang menghadiri jamuan makan diperbolehkan memutus puasanya, bila yang dilakukannya adalah puasa sunnah. Diriwayatkan sebuah hadits berbunyi, “Bila salah seorang di antara kalian diundang menghadiri jamuan makan, hendaklah memenuhi undangan tersebut. Bila dia mau, silakan makan, bila tidak mau, biarkan saja.”

Puasa sunnah tidak wajib diganti

Jika seseorang yang berpuasa sunnah menghadiri jamuan makan kemudian ia memutuskan puasanya, maka ia tidak harus mengganti puasa sunnahnya itu. Tetapi ia boleh menggantinya jika ia mau. Dari Abu Sa’id Al Khudri, ia berkata, “Saya pernah membuatkan Rasulullah makanan. Tidak lama kemudian datanglah Rasulullah dan para sahabatnya. Tatkala makanan tersebut telah terhidang, ada salah seorang sahabat berkata, ‘Saya sedang puasa.’ Kepada para sahabatnya Rasulullah berkata, ‘Saudara kalian telha mengundang kalian untuk makan dan dia telah bersusah payah mengusahakan makanan yang telah terhidang ini.’ Lalu kepada orang tersebut beliau berkata, ‘Putuslah puasamu dan puasalah di hari lain sebagai gantinya bila kamu mau.’

Jangan datangi maksiat

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka janganlah duduk mengitari meja makan yang di situ dihidangkan minuman keras.’

Do’akan si pengantin

Pertama, mendo’akan orang yang mengundangn makan setelah selesai makan. Dalam suatu undangan makan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdo’a, “Wahai Allah, ampunilah mereka, sayangilah mereka, dan berilah berkah pada apa yang telah Engkau berikan kepada mereka.” Kedua, mendo’akan kedua mempelai agar mendapat kebaikan dan berkah. Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bila memberi ucapan selamat kepada seseorang yang telah menikah beliau berdo’a, “Semoga Allah memberi berkah kepadamu dalam kesenangan maupun kesusahan, dan mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan.”

Pengantin perempuan boleh menyuguhkan jamuan

Pengantin perempuan boleh ikut menyuguhkan makanan meskipun untuk para tamu laki-laki asalkan berpakaian yang memenuhi ketentuan syari’at, yaitu menutup seluruh badan kecuali wajah dan kedua telapak tangan, bukan pakaian perhiasan, tebal, tidak transparan, tidak ketat, tidak diberi wewangian, tidak menyerupai pakaian laki-laki, tidak menyerupai pakaian wanita-wanita kafir, bukan pakaian untuk mencari popularitas. Juga hal tersebut dibolehkan jika ia aman dari gangguan para tamunya tersebut. Dari Sahl bin Sa’ad, ia berkata, “Ketika Abu Usaid As Sa’idi menikah, dia mengundang Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Istrinya, Ummu Usaid, yang membuat makanan dan menyuguhkannya kepada mereka. Ummu Usaid merendam kurma di dalam bejana kecil pada malam itu. Setelah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai makan, Ummu Usaid mengaduk rendaman kurma itu lalu menyuguhkannya kepada beliau. (Jadi istrinya sendiri yang menyuguhkan jamuan para tamu itu, padahal dia sendiri sedang menjadi pengantin.)”

Boleh bernyanyi dan menabuh rebana

Dalam memeriahkan pernikahan, pengantin boleh meminta orang untuk menyanyi dan menabuh rebana selama lagu-lagu yang dibawakan tidak mengandung pelanggaran syari’at. Diriwayatkan dari ‘Aisyah bahwa dia pernah mengiring seorang pengantin wanita kepada seorang laki-laki Anshar. Melihat hal ini Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Wahai ‘Aisyah, mengapa kalian tidak sambil bernyanyi, padahal orang-orang Anshar menyukai nyanyian.”

Wasiat kepada suami-istri

Hendaknya setiap suami-istri bersepakat dan saling menasihati untuk senantiasa taat kepada Allah dan mengikuti hukum-hukum-Nya yang ada dalam Al-Qur’an dan As Sunnah, dan melaksanakan apa yang menjadi kewajiban masing-masing.

Wallahu a’lam.

Menghindari Pelanggaran Syari’at

Dalam acara pernikahan wajib dijauhi hal-hal yang melanggar syari’at, di antaranya adalah :

   Menutup dinding dengan permadani. Rasulullah melarang hal ini karena hal tersebut merupakan tindakan mubazir.

  Mencabut bulu alis. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Allah melaknat orang yang mencabut bulu alis.

Memanjangkan kuku dan mengecatnya. Dalam sebuah hadits dari Anas Radhiyallahu ‘Anhu dikatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa sallam memberi batasan waktu untuk membiarkan kuku tidak dipotong sampai empat puluh hari saja. Lebih dari itu, harus segera dipotong. Sementara mengecat kuku akan berakibat tidak terkenanya kuku tersebut dengan air wudhu ketika berwudhu.

Bertunangan dengan cincin pertunangan. Perbuatan ini menyerupai perbuatan orang-orang kafir, selain itu juga laki-laki dilarang memakai cincin emas.

2 comments:

yeni septi ariyanti said...

nice article :)
jazakillah khoir atas pencerahan ttg menghadiri walimah saat puasa, krn sy msh suka ragu untuk memutus puasa saat menghadiri jamuan

Likah - Syafa Azizah said...

sama2... ^^ silakan baca juga yg tulisan pertamanya... ^^